De Ryckholt dan Kekalahan Belanda di Bitay


Alfridus Philippus Arcadus Adrianus Ferdinandus
Baron de Bounam de Ryckholt
(sumber: 
nl.wikipedia.org)
Perang Aceh (1873-1914) adalah perang kolonial Kerajaan Belanda terpanjang dalam sejarah penjajahan mereka atas bangsa lain. Perang itu ditandai dengan pengiriman puluhan ribu tentara melalui Selat Malaka guna menaklukan Kesultanan Aceh di bawah pemerintahan kolonial Belanda. Perang itu memakan korban tak sedikit dari kedua belah pihak. Penyerang dan yang diserang meninggalkan ratusan ribu korban prajurit, perwira, jenderal, orang rantai dan rakyat sipil Aceh. Tercatat bahwa perang itu telah memakan korban seorang putra Belanda bernama Alfridus Philippus Arcadus Adrianus Ferdinandus Baron de Bounam de Ryckholt. Keluarga de Ryckholt adalah salah satu keluarga cukup terpandang dinegeri Belanda.
Bounam de Ryckholt adalah seorang perwira berpangkat Letnan, ia ditugaskan ke Aceh dibawah unit batalyon infanteri ketiga Belanda dalam ekspedisi kedua. Ketika ekspedisi pertama tahun 1873 yang berakhir dengan kematian jenderal JHR Kohler, de Ryckholt ikut tampil. Agresi Belanda yang gagal itu telah meninggalkan kesan buruk dalam batalyon infanteri ketiga, dari 26 orang perwira batalyon ketiga hanya tujuh orang saja yang selamat termasuk Letnan Bounam de Ryckholt. Dalam surat buat keluarganya yang dikirim setelah pasukan tiba di Batavia, ia menyampaikan rasa syukur bahwa ia selamat dalam serangan yang gagal total tersebut.
Tanggal 12 Februari 1874 batalyon infanteri dimana Bounam de Ryckholt bertugas melakukan serangan terhadap pertahanan pejuang Aceh di Gampong Bitay. Serangan pada hari itu atas permintaan sekutu Belanda, Teuku Nek Ulee Balang Meuraksa. Serangan itu dilakukan sebagai bagian penaklukan total keraton Aceh dari tangan pejuang Aceh. Sepanjang ekspedisi penaklukan keraton pihak Belanda selalu dibayang-bayangi oleh serangan brutal para pejuang yang bermarkas di Bitay. Selain membahayakan gerakan Belanda, pertahanan pejuang Aceh di Bitay juga mengancam posisi Teuku Nek Meuraksa yang berpihak pada Belanda.
Awalnya Belanda tanpa kesulitan berarti telah mampu menguasai Bitay dan menyerahkan wilayah pertahanan itu ketangan pengikut Teuku Nek. Menjelang malam di Bitay, Pasukan Belanda kembali ke benteng Peunayong. Namun ketika para tentara itu sedang dalam perjalanan menuju Peunayong, pasukan Aceh kembali menyerang Bitay dari berbagai penjuru. Mereka berhasil mengusir pengikut Teuku Nek pada malam itu juga bahkan sebelum tentara Belanda tiba di Peunayong
Foto tahun 1883 (Sumber KITLV )
         Mengetahui pasukan Aceh telah kembali ke Bitay, batalyon infanteri ketiga kembali diperintahkan menyerang Bitay. Namun kali ini tak semudah kali pertama ia mengambil alih Bitay. Malam hari sekitar pukul tujuh malam pasukan itu telah berada di sekitar Keutapang, didekat sebuah kedai nasi di Bitay pasukan tersebut dihadang oleh sekitar 800 orang pejuang Aceh yang menyerang dengan segala jenis senjata. Satu tembakan senjata berat dari meriam pejuang Aceh menghantam de Ryckholt dan Letnan Kolonel Engel.
Peluru meriam itu meledak begitu dekatnya dengan kedudukan de Ryckholt sehingga ia terluka parah karenanya. Melihat rekan dan pemimpin mereka telah jatuh, pasukan Belanda semakin kalang kabut dan memilih mundur dari Bitay. Pasukan itu kini mundur ke Peunayong dengan dikejar oleh pejuang Aceh dibelakangnya. Selain beberapa perwira yang terluka ringan dan parah, dalam pertempuran itu jatuh korban dipihak Belanda sebanyak 56 tentara yang terluka parah sementara 6 orang lainnya ditewaskan oleh pejuang Aceh.
Sesaat tiba di Peunayong Bounam de Ryckholt tewas akibat lukanya di benteng Peunayong tak lama setelahnya menyusul Letnan Kolonel Engel dan beberapa prajurit lain. De Ryckholt dan korban lainnya dikuburkan didalam benteng Peunayong keesokan harinya, kelak ia dipindahkan ke Peucut dan berkubur disana hingga kini. Janda beserta anaknya yang selama ia bertugas tinggal di Batavia akhirnya kembali ke negeri Belanda pada tahun 1875.

Dikutip dari Atjeh Gallery
Sumber: Wikipedia Netherland