Kemilau Dari Kota Sumatra (Sejarah untuk Generasi Baru) I



Makam Sultan Zainal 'Abidin Ra-Ubabdar (Wafat 841 H/1438 M).
Komplek pemakaman kesultanan Sumatra Periode kedua, Kuta Krueng, Samudra, Aceh Utara.

Foto: Khairul Syuhada & Adi Zarma Lilawangsa.

Kerendahan Hati
يا رب زين العابدين وبذنبه أتى إليك وأنت أهل المغفرة
اغفر بفضلك ما مضى من ذنبه وأنعم عليه بنعمة في الآخرة
"Tuhanku, Zainal 'Abidin bersama dengan dosanya telah datang kepada-Mu dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Maka, dengan anugerah-Mu, ampunilah segala dosa yang telah ia perbuat dan karuniailah dia kenikmatan di akhirat."
_____________________________

Menjelang pertengahan kedua abad ke-9 Hijriah (ke-15) sampai dekade ketiga abad ke-10 Hijriah (ke-16), para penguasa yang memerintah dari Kota Sumatra adalah anak cucu dari Sultan Zainal 'Abidin Ra-Ubabdar. Itu diketahui dari berbagai inskripsi yang terdapat pada batu-batu nisan para penguasa Sumatra yang wafat setelahnya.

Sementara itu, tulisan (inskripsi) yang terdapat pada batu nisan ini memberitahukan bahwa ia adalah putra dari Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Malik Ash-Shalih, yakni putra paman Al-Malikah Nahrasyiyah yang memerintah sebelumnya.

Inskripsi dalam panel horizontal yang ketiga dari puncak batu nisan ini dikhususkan untuk menyebutkan nama dan garis keturunannya secara lengkap. Huruf-huruf kaligrafi pada bagian dasar (bawah) dari baris inskripsi ini telah sengaja dibuat dalam bentuk menyerupai gulungan ombak untuk mendukung makna julukan yang disandangnya: Ra-Ubabdar, sang penakluk gelombang.

Batu Nisan Makam Sultan Zainal 'Abidin Ra-Ubabdar
(Wafat 841 H/1438 M).

Foto: Khairul Syuhada & Adi Zarma Lilawangsa.
Batu nisan ini adalah untuk menandai makam di mana jasadnya telah dikuburkan, sementara satu makam lain yang terbuat dari marmer telah dipersembahkan untuk mengenang kepahlawanan dan jasa-jasanya dalam memperluas wilayah Islam di Asia Tenggara sebelum ia wafat pada hari Jum'at, waktu Zhuhur (tengah hari) tanggal 21 Syawwal 841 Hijriah (16 April 1438).

Pada batu nisan makamnya yang terdapat di Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, juga dipahatkan baris-baris syair yang menyembulkan kerendahan hati yang mengharukan ke hadirat Allah 'Azza wa Jalla:
 يا رب إن عظمت ذنوبي كثرة فلقد علمت بأن عفوك أعظم
إن كان لا يرجوك إلا محسن فبمن يلوذ ويستجير المجرم
"Tuhanku, jika dosaku demikian besar banyaknya, maka aku benar-benar tahu bahwa sesungguhnya kemaafan-Mu jauh lebih besar. Jika andai kata yang dapat berharap kepada-Mu itu hanya orang yang baik, maka kepada siapakah orang yang jahat pergi bernaung dan memohon perlindungan?!"
Inskripsi:
1. بسم الله الرحمن الرحيم
2. يا رب إن عظمت ذنوبي كثرة فلقد علمت بأن عفوك أعظم
3. إن كان لا يرجوك إلا محسن فبمن يلوذ ويستجير المجرم
4. يا رب زين العابدين وبذنبه أتى إليك وأنت أهل المغفرة
5.
اغفر بفضلك ما مضى من ذنبه وأنعم عليه بنعمة في الآخرة
Dua bait ini adalah di antara bait-bait yang diriwayatkan dari Abu Nuwas (penyair legendaris pada masa Dinasti 'Abbasiyyah, wafat 199 H/813 M). Ibnu Katsir Rahimahu-Llah dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah menyebutkan: "Telah diriwayatkan bahwa bait-bait syair ini ditemukan tertulis pada secarik kertas dekat kepala tidurnya (Abu Nuwas) - Ibnu Katsir menyebutkan Ibnu Nuwas di antara tokoh-tokoh yang wafat dalam tahun 195 H.

Dan dua bait selanjutnya ialah:
 يا رب زين العابدين وبذنبه أتى إليك وأنت أهل المغفرة
اغفر بفضلك ما مضى من ذنبه وأنعم عليه بنعمة في الآخرة
"Tuhanku, Zainal 'Abidin bersama dengan dosanya telah datang kepada-Mu dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Maka, dengan anugerah-Mu, ampunilah segala dosa yang telah ia perbuat dan karuniailah dia kenikmatan di akhirat."

Semoga Allah mengampuni dan merahmatinya.

Oleh: Musafir Zaman
Dikutp dari group facebook Mapesa.

Posting Komentar

2 Komentar

Zulkifi mengatakan…
Atas dasar Sejarah ini, tahulah kita bahwa Islam muncul di samudra Pasai sekitar abad ke 8 H.maka sudah tepat dan Wajar bahasa Aceh tersebar hampir di seluruh Asia Tenggara akibat dari " Penyebaran Islam itu sendiri " juga pengaruh Syafi'iyah nya, tak ketinggalan adat Aceh pun yg islami mewarnai kehidupan masyarakat nya. Wassalam. Zulkifli Ali.
Anonim mengatakan…
Allah telah merahmati para pendahulu kita dengan hikmat kebijaksanaan yang bait-bait kalimatnya ada tertulis dan lestari sebagai dasar dan undang-undang negara Republik Indonesia.
Semoga generasi baru mampu menapaktilasi apa yang telah para pendahulunya torehkan untuk menjadi pemimpin yang berhikmat kebijaksanaan.
Shalaallahu ala Muhammad 🙏