Kemilau Dari Kota Sumatra (Sejarah untuk Generasi Baru) II



Inskripsi khath kufi pada nisan bagian puncak Makam Sultan Zainal 'Abidin Ra-Ubabdar (Wafat 841 H/1438 M).Komplek pemakaman kesultanan Sumatra Periode kedua, Kuta Krueng, Samudra, Aceh Utara.
Foto: Khairul Syuhada & Adi Alam Lilawangsa.

Khath Kufiy pada Batu Nisan Sultan Zainal 'Abidin Ra-'Ubabdar (Wafat 841 H/1438 M)

Ini sesuatu yang berasal dari masa yang jauh, sangat-sangat jauh, dari masa "Kabinet Kerja" Presiden Jokowi - saya tidak tahu mengapa saya menceracau sejauh ini; tiba-tiba saja itu terlintas dalam pikiran, tetapi itu barangkali hanya sekadar untuk mengisyaratkan bahwa seruan akan pentingnya "kerja" sesungguhnya bukan suatu hal yang baru!
___________________________

Kata-kata, atau mungkin lebih tepat disebut sebagai seruan, yang dipahat pada batu nisan dari abad ke-9 H (ke-15 M) di Kota Sumatra, sebagaimana terlihat pada gambar-gambar, menggunakan Khath Kufiy. Tulisan dengan Khath Kufiy itu tidak saja indah dan unik, tapi juga terbilang langka ditemukan di kawasan ini (Asia Tenggara).

Khath Kufiy, sebagaimana diketahui, telah umum digunakan hanya untuk menulis hal-hal yang bersifat monumental setelah Ibnu Muqlah (wafat 328 H/939 M) menciptakan dan meletakkan dasar-dasar Khath Naskhiy dalam abad ke-4 H (ke-9 M) untuk menulis dalam berbagai kepentingan. Karena itu, pemilihan khath kufiy dalam pemahatan kata-kata pada batu nisan abad ke-9 H (ke-15 M) dapat saja dimaknai sebagai pengukuhan akan monumentalnya kata-kata tersebut; yakni kata-kata yang selalu harus diingat dan dicamkan. Lain itu, rancang tipografinya yang juga menunaikan fungsi dekoratif untuk bagian puncak batu nisan juga dapat memberikan makna bahwa kata-kata itu adalah sesuatu yang selalu patut untuk diindahkan dan diresapkan ke dalam hati.

Kata-kata itu terpahat pada bagian puncak batu nisan makam Sultan Zainal 'Abidin bin Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Malik Ash-Shalih Rahimahumu-Llah, pada nisan sebelah kepala dan sebelah kaki, sehingga dapat terlihat dengan mudah oleh semua orang yang berziarah. Tampak sekali itu memang disengajakan untuk menyampaikan suatu pesan. Hal semisal inilah yang sedari lama sudah menebalkan keyakinan saya bahwa nisan-nisan peninggalan sejarah Aceh tidak saja dimaksudkan sebagai pengikat memori perjalanan bangsa - dan terang saja bukan sebagai sebuah praktik penyimpangan dalam rangka pengultusan dan pemujaan diri - tapi juga ternyata telah digunakan sebagai media penyampai pesan. Kepada siapa? Saya tentu tidak harus terikat dengan objektivitas ilmiah dalam menjawab soal ini. Saya yakin, kecintaan Nabi Shalla-Llahu 'alaihi wa Sallam kepada umat beliau telah mengilhami mereka untuk mencintai para pewaris mereka, generasi penerus mereka, di sepanjang zaman. Mereka seperti tidak ingin terkubur begitu saja dalam masa lalu. Mereka seakan memiliki hasrat yang demikian kuat untuk datang ke masa depan lewat pesan-pesan. Pesan itu telah disengajakan dan mesti memiliki target.

Kata-kata itu sebenarnya telah keluar dari garis sekadar "kata-kata" oleh sebab pengulangannya untuk beberapa kali. Ia pantas untuk dimaknai sebagai sebuah seruan dan peringatan. Keberadaan kata-kata itu di atas puncak nisan seorang sultan besar seakan-akan hendak menyampaikan bahwa:

Bukan jabatan, pangkat ataupun gelar
Bukan harta benda ataupun kemewahan
Bukan kemegahan ataupun sanjungn orang-orang
Di sini, di dalam kubur ini
Bukan itu semua yang menentukan
Tapi..

العمل العمل العمل العمل 
Amal! Amal! Amal! Amal!


Inskripsi:
العمل العمل العمل العمل
Amal! Amal! Amal! Amal!
 عملكم عملكم عملكم عملكم
Amal kalian! Amal kalian! Amal kalian! Amal kalian!
Inskripsi:
عملكم عملكم عملكم عملكم
Amal kalian! Amal kalian! Amal kalian! Amal kalian!

Foto: Khairul Syuhada & Adi Alam Lilawangsa.

Demikianlah bunyi inskripsi yang terpahat dengan Khath Kufiy pada puncak batu nisan sebelah kepala dan sebelah kaki makam Sultan Zainal 'Abidin Ra-'Ubabdar Rahimahu-Llah.

Sebuah pesan yang langsung saja mengingatkan kita kepada ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surah Al-'Ashr (1-3):

"Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."

Sebuah pesan yang langsung saja pula memberitahukan kita akan kecintaan mereka kepada para pewaris bangsa yang mereka bangun.

Oleh: Musafir Zaman
Dikutp dari group facebook Mapesa

Posting Komentar

0 Komentar