363 Pulau Bernama di Provinsi Aceh

363 Pulau Bernama

Dari pantai timur melingkar ke utara sampai pantai barat dan selatannya, Aceh memiliki 363 pulau bernama. Sumber nomor.net
menerbitkan nama-nama pulau itu dilengkapi dengan keletakan astronominya masing-masing. Mulai dari timur, Aceh Tamiang memiliki 9 pulau bernama. Kota Langsa: 5 pulau. Pidie: 1 pulau. Aceh Besar memiliki 42 pulau. Banda Aceh: 1 pulau (Pulau Biawak). Sabang: 13 pulau. Aceh Jaya mengatasi Aceh Besar dengan: 43 pulau. Sementara Simeulue yang merupakan kabupaten seberang daratan utama (mainland) Aceh memiliki pulau terbanyak: 144 pulau! Berikutnya, Nagan Raya: 4 pulau bernama. Setelahnya, Aceh Selatan: 6 pulau. Kota Subulussalam yang pusatnya berada di ketinggian mempunyai 7 pulau. Dan di paling selatan Aceh adalah Kabupaten Aceh Singkil dengan pulau kedua terbanyak setelah Simeulue: 80 pulau bernama.
Namun, berbagai informasi menyangkut pulau-pulau itu barangkali hanya lebih diketahui oleh mereka yang tinggal di pulau-pulau tersebut atau sekitarnya. Jauh dari pengetahuan umum! Pada kenyataannya, pengetahuan geografi menyangkut daratan utama (mainland) Aceh juga tidak jauh berbeda. Barangkali, hanya informasi profil daerah kabupaten/kota serta beberapa jenis peta yang cuma tersedia, atau ditambah dengan data-data statistik BPS yang umumnya adalah angka-angka. Informasi-informasi berkenaan dengan geografi adalah sesuatu yang sukar ditemukan. Saya belum mengingat satu judul buku pun dalam Bahasa Indonesia tentang geografi Aceh; mudah-mudahan saya lupa, tapi sepertinya lebih ke tidak ada!
Pengetahuan geografi Aceh, tampaknya, memang tertinggal. Atau, barangkali, tepat juga untuk dikatakan memang tidak pernah menjadi titik perhatian. Dengan terkurungnya pengetahuan--atau apapun yang bisa dikatakan sebagai pengetahuan--dalam batas daerah domisili masing-masing, satu sama lain, jadinya, sedikit sekali mengetahui tentang alam, manusia dan sosio-kultural di luar daerahnya. Apa yang mungkin paling umum diketahui adalah menyangkut "peuneungui/peukayan lintoe-darabaroe" (pakaian pengantin) dan berbagai adat-istiadat terkait prosesi perkawinan!
Koneksi yang terbangun jelas saja sangat rapuh jika banyak hal tentang masing-masing daerah tidak saling diketahui, apalagi dengan saling tidak ingin tahu. Hubungan terkadang tambah diperburuk oleh adanya stigma-stigma warisan "devide et impera" kolonialisme yang belum terkikis habis!
Karena itu, dan karena banyak pertimbangan lainnya, pengembangan pengetahuan geografi Aceh selalu menjadi bagian dari rencana!
Dalam lapangan sejarah, suatu hal yang tidak mungkin dilepaskan dari peristiwa sejarah tentu panggungnya. Mengenal dan memahami panggung akan lebih mendekatkan narasi sejarah kepada realita sejarah, atau sedikitnya, mengontrol kelenturan atau "bumbu-bumbu" narasi sejarah dari pengaruh imajinasi non-historis.
Pengetahuan geografi, bahkan, membantu menuntun ke banyak penyingkapan dan penemuan.
Di ruang belajar, sejarah akan lebih mudah dipahami dan dicerna dengan memiliki pengetahuan geografi yang baik.
Kerapatan sejarah dan geografi hampir tidak bercelah. Hampir semua pertanyaan sejarah, geografi ambil andil dalam menjawabnya. Jika, misalnya, ditanyakan mengapa Aceh mewarisi sangat banyak batu nisan indah, maka ceramah geografi akan mengambil waktu yang panjang.
Lebih dari itu, sebagai pengetahuan yang memiliki ruang lingkup sangat luas, geografi berguna di berbagai lapangan kehidupan.
Namun, di luar skop ilmu pengetahuan, pengetahuan geografi Aceh menjadi persoalan di tingkat lain. Di tingkat panggilan rasa yang sulit terobati, dan takkan pernah sembuh!
Takkan pernah Sembuh
Delapan belas tahun sudah! Aku masih saja seperti orang perantauan!
Sangat sedikit tahu tentangmu!
Aku hanya ingin melihatmu lebih dekat. Memperhatikan semua gerak hidupmu. Menikmati semua senyum bahkan juga marahmu. Menghirup udara yang membawa aroma bunga-bunga hutanmu. Menyegarkan batin dengan keruh dan jernih sungaimu. Membasahkan kaki dengan embun padang rumputmu. Bahkan saat kulit tergores semak durimu, kuyakin kaumenyapa! Aku tersenyum dan merasa bahagia!
Hitamlegamkanlah wajah ini dengan sengat mataharimu! Gigilkanlah tubuh ini dengan guyur deras hujanmu! Takutilah aku dengan petir pembawa kesuburanmu! Kecutkan diriku dengan tebing karangmu yang garang! Gemetarkanlah lututku dengan jurangmu yang dalam dan seram! Hardik aku dengan ganas debur ombakmu yang indah! Gentarkan aku sampai hilang sombongku! Ingatkan aku untuk slalu tunduk kepada Maha Pencipta-mu!
Aku ingin menghidupkan dirimu dalam diriku. Agar engkau menyertaiku dalam langkah-langkahku yang lemah dan goyang. Dan, selagi tubuh masih mengandung hidup, takkan pernah sembuh rinduku padamu!
Punge Juroeng, 23 Syawwal 1444
Gambar: Lambaroe Neujid & Pulo Tuan di Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. Oleh: Musafir Zaman









Posting Komentar

0 Komentar