Sebuah Catatan dan Rujukannya

Begitu luas ruang sejarah masa lalu Aceh yang belum diketahui. Beribu-ribu pertanyaan masih bergantung di awang-awang pikiran menanti jawaban. Kebiasaan menduga-duga, mengira-ngira, membuat pernyataan tidak berdasar, niscaya tidak membantu menemukan jawaban, malah telah menjebak diri sendiri dalam berbagai kekeliruan. Mencari, meneliti dan mengkaji secara saksama tak pelak merupakan jalan berat yang mesti ditempuh demi mencapai pengetahuan tentang masa lalu tersebut.

Bagaimana kegiatan ilmiah para sarjana atau alim ulama Aceh di masa lampau adalah salah satu pertanyaan besar atau topik pembicaraan yang memiliki ribuan ranting. Menemukan jawaban untuk pertanyaan ini, atau yang semisalnya, benar-benar merupakan sebuah cobaan maha berat bagi seorang peneliti; perlu waktu cukup lama dan dengan tenaga yang tidak tanggung besarnya. Namun demikian, bagian-bagian kecil yang disertai ulasan-ulasan sangat singkat, mungkin, ada gunanya untuk sekadar memberikan sebuah gambaran bersahaja tentang dunia ilmu pengetahuan di masa lalu itu.

Sebuah catatan manuskrip yang dijumpai pada satu lembaran tersimpan dalam koleksi naskah manuskrip Rumoh Teungku Chik Awe Geutah (Al-'Allamah Al-Haj 'Abdurrahim Al-Asyi), di Kabupaten Bireuen, secara tidak langsung telah memberitahukan kepada kita apa yang menjadi perhatian salah seorang alim pada zamannya, apa yang ia baca dan apa yang menjadi rujukannya. Dan sebagaimana hal yang paling istimewa dalam tradisi kesarjanaan para ulama Islam adalah amanah ilmiah, maka ia juga menyebutkan sumber untuk catatannya.

Meskipun penulis catatan, untuk saat ini, belum dapat saya ketahui secara pasti, namun dari bacaan, rujukan dan etika penulis catatan, dapatlah dibuat kesimpulan bahwa pada masa yang tampaknya adalah sekitar pertengahan abad ke-14 H/ke-19 M, atau zaman Sri Paduka Sultan Manshur Syah memerintah di Aceh Bandar Darussalam, perkembangan ilmu pengetahuan sedang berjalan sebagaimana mestinya selaras perkembangannya di berbagai wilayah Islam yang lain di dunia.

Catatan itu berupa kutipan mengenai masalah "Rithal" dari sebuah karya yang ditulis oleh seorang ulama bermazhab Syafi'iy asal Hadramaut, Yaman, Syaikh 'Ali bin Ahmad bin Sa'id Bashabrin (wafat 1304 H/1887 M). Karya itu bertajuk I'anatul Musta'in 'ala Fathil Mu'in yang ditulis pada 1269 H/1853 M.
Berbeda dengan I'anatuth Thalibin yang lebih banyak beredar dalam masyarakat atau kalangan penuntut ilmu di dayah-dayah, I'anatul Musta'in justru jarang terdengar. Namun, seorang ulama yang berkedudukan di Awe Geutah, pedalaman Kabupaten Bireuen, pada sekitar paroh kedua abad ke-14 H/ke-19 M, telah menulis kutipannya yang bersumber dari karya ini. Ia tentu mempunyai bacaan dan jaringan kesarjanaan yang luas.

Ini juga kemudian bisa menjadi sebuah data yang sekalipun sederhana sekali namun setidaknya dapat memberikan gambaran awal tentang perkembangan ilmu pengetahuan dalam zaman itu, dan selain itu kita juga mendapat pelajaran bagaimana amanah ilmiah dan penyebutan sumber adalah sesuatu yang penting dalam ilmu pengetahuan.

*Terima kasih kepada sahabat saya yang mulia Tuan Panglima Maharadja Sjahbandar yang telah menyiapkan gambar-gambar ini. 

Oleh: Musafir Zaman


(Dikutip dari akun facebook Musafir Zaman di Group Facebook)