Makam Almarhum Sultan Zainal 'Abidin Ra Ubabdar di kompleks pemakaman kesultanan Sumuthrah(Samudra Pasai) periode II, Kuta Krueng, Samudera, Aceh Utara. |
Zhuhur tadi, saya
baru saja berpikir serta bertekad untuk menghentikan kehadiran saya di media
sosial. Saya mesti melanjutkan kerja yang sudah terhenti sejak beberapa waktu
lalu. Kecintaan saya kepada Almarhum Paduka Sri Sultan Manshur
Syah—Rahimahullah wa ‘Afahu—memang mengguncangkan. Saya terhempas kuat, dan
hilang sadar. Almarhum adalah pemuda yang sangat mencintai “pelepah-pelepah”
yang sejarahnya bercabang dari Hijrah Nabi yang mulia, dan Islam, baginya,
adalah kekuatan. Kecintaan pada Almarhum semakin menguatkan cinta yang telah
bersemi sejak lama untuk seluruh tokoh istimewa yang pernah hadir dalam sejarah
Aceh Darussalam. Betapa dalam kerinduan, sebenarnya, dan Allah saksi atas apa
yang saya katakan!
Namun demikian,
saya harus melanjutkan kerja yang belum kunjung tuntas, dan sangat sadar bahwa
tidak semuanya akan dapat saya gapai. Waktu dan keadaan kian hari semakin
menggundahkan, dan saya berpikir untuk menurut pada pribahasa: “Ma la yudraku
kulluhu, la yutraku kulluhu” (Sesuatu yang tidak dapat dicapai seluruhnya,
hendaklah tidak ditinggalkan seluruhnya). Paling tidak, pada penuntasan kerja
yang belum tuntas itulah akhir langkah pencapaian saya, yang diharapkan
kemudian dapat diluruskan dan dilanjutkan oleh generasi yang lebih baik dan
lebih cemerlang.
Begitulah yang
sudah terpikirkan dan ditekadkan. Namun, baru beberapa saat berada di atas
garis rencana, sesuatu hal memaksa saya untuk hadir lagi di sini. Saya
benar-benar tidak kuasa untuk menahan diri, menutup-nutupi apa yang menjadi
warisan Anda, walaupun untuk sementara waktu. Saya tidak tahu apakah ini
berarti bagi Anda ataupun tidak. Namun yang jelas, saya ingin generasi setelah
saya melihat warisannya yang sesungguhnya sejak dini. Tidak seperti saya di
waktu kecil yang lebih banyak diumpan dengan “Cakrawala Budaya Nusantara” yang
tidak punya apapun kaitan, dari dekat dan jauh, dengan identitas diri dan umat
saya. Masa kecil di mana saya kemudian lebih banyak mengenal Ken Arok, Ken
Dedes, Patih Gajah Mada dan semisalnya daripada Umar bin Al-Khaththab, Khalid
bin Walid, ‘Amru bin Al-‘Ash dan lain mereka—Radhiyallahu ‘Anhum.
Singkat cerita,
saya tidak mampu menahan hasrat untuk memberitahukan inilah sesungguhnya di
antara sejumlah warisan yang Anda warisi dari para pendahulu. Bukan milik saya
saja, tapi juga milik Anda. Entah itu penting bagi Anda atau tidak, namun yang
jelas, ke depan, saya akan berusaha mengekang diri saya dengan lebih baik.
Makam
Almarhum Sultan Zainal 'Abidin Ra Ubabdar di kompleks pemakaman kesultanan Sumuthrah(Samudra Pasai) periode II, Kuta Krueng, Samudera, Aceh Utara. |
Sesuatu yang
telah menyebabkan saya kembali hadir di media sosial ini ialah warisan, pesan
dan seni sebagaimana yang terdapat di kompleks pemakaman Samudra Pasai periode
II, di Kuta Krueng, Samudera, Aceh Utara. Menurut saya, ini adalah warisan yang
indah, membawa pesan yang indah, dan dengan seni yang indah pula.
Pada makam
Almarhum Sultan Zainal ‘Abidin Ra-Ubabdar bin Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin
Al-Malik Ash-Shalih—Ghafarahumullah wa ‘Afahum—yang terbuat dari marmer ini
terpahat ayat-ayat Al-Qur’an dengan kaligrafi yang indah dan berciri khas
Sumuthrah (Syammuthrah; Sumatra; Samudra). Ayat-ayat itu telah sengaja dipilih
untuk menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an tentang hakikat manusia dan kehidupan
di dunia. Ayat-ayat yang mengingatkan dan mengembalikan kesadaran, yang telah
dibacakan sejak masa lalu sampai hari ini dan akan terus dibacakan sampai dengan
Allah mewarisi seluruh dunia dan isinya.
Ayat-ayat
Al-Qur’an tersebut adalah ayat-ayat dalam Surah Al-Mu’minun: 12-14, yang
berbunyi:
ولقد
خلقنا الإنسان
من سلالة
من طين
ثم جعلناه
نطفة في
قرار مكين
ثم خلقنا
النطفة علقة
فخلقنا العلقة
مضغة فخلقنا
المضغة عظاما
فكسونا العظام
لحما ثم
أنشأناه خلقا
آخر فتبارك
الله أحسن
الخالقين (المؤمنون
12-14
(Dan sungguh,
Kami telah Menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian
Kami Menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian,
air mani itu Kami Jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu
Kami Jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami Jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami Bungkus dengan daging. Kemudian, Kami
Menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah, Pencipta yang
paling baik.)
Inskripsi ayat 12-14 Surah Al-Mu'minun. |
Dan ayat dalam
Surah Yunus: 24, yang berbunyi:
. إنما مثل
الحياة الدنيا
كماء أنزلناه
من السماء
فاختلط به
نبات الأرض
مما يأكل
الناس والانعام
حتى إذا
أخذت الأرض
زخرفها وازينت
وظن أهلها
أنهم قادرون
عليها أتاها
أمرنا ليلا
أو نهارا
فجعلناها حصيدا
كأن لم
تغن بالأمس
كذلك نفصل
الأيات لقوم
يتفكرون
(Sesungguhnya
perumpamaan kehidupan duniawi itu hanya seperti air (hujan) yang Kami Turunkan
dari langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur (karena air itu),
di antaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi itu
telah sempurna keindahannya, dan berhias dan pemiliknya mengira bahwa mereka
pasti menguasainya (memetik hasilnya), datanglah kepadanya azab Kami pada waktu
malam atau siang, lalu Kami Jadikan (tanaman)nya seperti tanaman yang sudah
disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami Menjelaskan
tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang yang berpikir.)
Inskripsi ayat 24 Surah Yunus. |
Demikianlah
ayat-ayat Al-Qur’an yang terpahat pada kubur pendahulu untuk menjadi satu di
antara sejumlah warisan, pesan dan seni yang mereka wariskan kepada generasi
hari ini dan berikutnya. Semoga Allah menjadikan kita sebaik-baik penerus bagi
sebaik-baik pendahulu.
Oleh: Musafir
Zaman
Dikutip dari akun
facebook Musafir Zaman di group Mapesa.