Letak geografis Hurmuz dan Samudra Pasai (Syummutrah). |
"Satu informasi sejarah amat menarik yang diperoleh dari
nisan Haji 'Izzuddin bin Haji Isma'il adalah nisbah (penyandaran) pada akhir
namanya: Amirabadiy. Nisbah tersebut secara terang memperkenalkan tokoh ini
sebagai seorang yang berasal dari Amir Abad (harfiah: kota amir)"
Pada 16 Juni (11 Ramadhan) lalu, Ananda Masykur Syafruddin menyiarkan di laman grup Mapesa dua gambar nisan yang dijumpainya pada kronologi sebuah akun di jejaring sosial Facebook. Informasi yang berhasil digali Masykur, kedua nisan tersebut ditemukan di Melaka dan sekarang tersimpan di The Raffles Museum, Singapura. Keterangan lain mengenai kedua nisan itu sampai saat ini belum diketahui.
Setelah beberapa saat mengamati gambar kedua nisan yang
disiarkan Masykur, diketahui bahwa salah satunya adalah nisan kubur seorang
nakhoda asal Kanbayah (Cambay; Kambay), India. Namanya Haji Bin Jamaluddin, dan
wafat pada 9 Syawwal 863 hijriah (8 Agustus 1459).
Inskripsi pada nisan tersebut berbunyi:
Nisan Nakhoda Al-Kambayah Haji bin Jamaluddin. Sumber: https://www.facebook.com/photo.php… |
1. هذا قبر المغفور المرحوم الراجي إلى رحمة الله تعالى
2. ناخدا الكنباية حاجي بن جمال الدين
3. التاسع من شوال سنة ثلثة (كذا) وستين وثمانمائة
Terjemahan:
1. Inilah kubur orang yang diampuni lagi dirahmati, yang
mengharapkan rahmat Allah Ta'ala.
2. Nakhoda Al-Kanbayah (Cambay) Haji Bin Jamaluddin
3. sembilan dari Syawwal tahun delapan ratus enam puluh
tiga (863)
Nama Haji Bin Jamaluddin segera mengingatkan saya kepada
seorang tokoh lain yang dikuburkan di Gampong Blang Pha, Kecamatan Seunuddon,
Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, sekitar 572 tahun yang silam (dengan
perhitungan tahun hijriah). Sebab, nama tokoh yang dikuburkan di Blang Pha itu
juga memakai kata "haji": Haji 'Izzuddin bin Haji Isma'il Amirabadiy.
Maka ketika itu muncul hasrat untuk menyiarkan perihal nisan kubur Haji
'Izzuddin ini tapi kemudian terkendala oleh keadaan yang belum mengizinkan.
Peta kecamatan Seunuddon, kabupaten Aceh Utara. |
Kubur Haji 'Izzudin bin Haji Isma'il Amirabadiy ditemukan
CISAH pada pertengahan 2013 silam dalam Ekspedisi Meugat Seukandar III di
Seunuddon, pesisir timur Kabupaten Aceh Utara, daerah muara sungai Jambo Aye
(Jambur Ayir). Saat ditemukan, kubur itu berada dalam semak-semak kebun warga
gampong Blang Pha dan dalam kondisi terabaikan. Kubur peninggalan sejarah zaman
Samudra Pasai (Syummuthrah) ini tidak pernah ditemukan dan dilaporkan oleh para
ahli kepurbakalaan atau pihak manapun sebelumnya. CISAH dalam hal ini adalah
lembaga masyarakat pelestari peninggalan sejarah yang pertama sekali
menemukannya.
Penemuan kubur Haji 'Izzuddin memiliki arti penting sebab
akan ikut menambah terangnya situasi hubungan luar negeri dan perdagangan
antara Samudra Pasai (yang kemudian hari ini termasuk dalam wilayah Kerajaan
Aceh Darussalam) dengan wilayah-wilayah maju dan masyhur di Dunia dalam abad
ke-9 hijriah atau ke-15 masehi sebagaimana akan dijelaskan nantinya.
Berikut ini inskripsi pada nisan di Blang Pha, Seunuddon:
Nisan Haji 'Izzuddin bin Haji Isma'il Amirabadiy. Foto: Cisah. |
أ.
1. حاجي عز الدين
2. ابن حاجي إسمعيل (كذا)
3. أمير أبادي رحمة الله عليه
Nisan Haji 'Izzuddin bin Haji Isma'il Amirabadiy. Foto: Cisah. |
ب.
1. في شهر ربيع الأول
2. سنة خمس وستين وثما
3. نمائة [من] هجرة النبي صلعم (صلى الله عليه وسلم)
Terjemahan:
A.
1. Haji 'Izzuddin
2. Ibn Haji Isma'il
3. Amirabadiy, rahmat Allah ke atasnya
B.
1. dalam bulan Rabi'ul Awwal
2. tahun delapan ratu enam puluh lima (865)
3. [dari] hijrah Nabi Shal'am (Shallallahu 'alaihi wa
Sallam)
Kata "haji" pada awal nama adalah gelar bagi
orang yang telah menunaikan ibadah haji ke Baitullah di Makkah Al-Musyarrafah
serta mengunjungi kubur Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam di Madinah
Al-Munawwarah. Gelar ini umum digunakan di negeri-negeri kawasan Persia (Iran)
dan India (Pakistan, India, Bangladesh). Bahkan, dalam kamus bahasa Kurdi, saya
menjumpai kata "haji' juga bermakna orang yang mengunjungi Baitullah
Al-Haram.
Nisan Haji 'Izzuddin bin Haji Isma'il Amirabadiy saat baru ditemukan. Foto: Cisah. |
"Haji" sudah tentu berasal dari kata
"haj" dalam bahasa Arab. Pada masa Al-Mamalik (Mameluk) gelar Al-Haj
tidak saja merupakan panggilan bagi orang yang menunaikan ibadah haji, tapi
juga gelar untuk tokoh-tokoh terkemuka dalam negara.
Di negeri-negeri Jawiy (Al-Buldan Al-Jawiyyah),
"haji" juga adalah panggilan yang umum digunakan dan dengan makna
yang sama seperti di berbagai kawasan Islam yang lain.
Suatu hal yang pernah teramati bahwa dalam dekade 80-an
abad lalu, di Aceh, panggilan haji selain masih lumrah diperuntukkan untuk
guru-guru Agama yang telah menunaikan ibadah haji (teungku haji) juga umum
digunakan sebagai panggilan kehormatan bagi para saudagar. Hal Ini barangkali
dikarenakan pada masa-masa yang telah lampau ada dua kelompok yang secara
dominan sering mengunjungi tanah suci Makkah dan Madinah, yakni para penuntut
ilmu di Al-Haramain (Dua Tanah Haram) dan para saudagar yang menjalankan perniagaannya
sampai Timur Tengah.
Sampai dengan waktu ini, Haji 'Izzuddin bin Haji Ismai'il
Amirabadiy masih satu-satunya tokoh dari zaman Samudra Pasai (abad ke-9
hijriah/ke-15 masehi) yang ditemukan dengan gelar "haji" pada nisan
kuburnya. Tampaknya, ia adalah seorang alim sekaligus saudagar sebagaimana
halnya Tuan Syaikh Muhammad Al-Kulaliy yang meninggal dunia dan dikuburkan di
Lhokseumawe dalam abad ke-14 hijriah/ke-20 masehi.
Peta keletakan Amirabad, Iran. |
Satu informasi sejarah amat menarik yang diperoleh dari
nisan Haji 'Izzuddin bin Haji Isma'il adalah nisbah (penyandaran) pada akhir
namanya: Amirabadiy. Nisbah tersebut secara terang memperkenalkan tokoh ini
sebagai seorang yang berasal dari Amir Abad (harfiah: kota amir).
Amir Abad adalah nama dari banyak tempat yang secara umum
berada di Iran. Namun di antara banyak tempat itu, saya meyakini bahwa Amir
Abad yang dimaksud pada nisbah Haji 'Izzuddin adalah tempat yang berada dalam
wilayah Kerajaan Hurmuz, atau provinsi Hurmuzgan (Hormozgan) di Iran hari ini.
Tepatnya, di wilayah Minab yang merupakan cikal bakal Kerajaan Hurmuz dan
terkenal sebagai penghasil kurma terbaik di kawasan tersebut. Bagian muara
sungai Minab disebut dengan Mughistan (tempat ditumbuhi kurma).
Hurmuz, yang hari ini telah menjadi provinsi Hurmuzgan di
Iran, dulunya adalah kerajaan Islam terkenal yang sempat menguasai sebagian
besar kawasan Teluk Arab/Persia. Kerajaan ini juga menguasai jalur perdagangan
laut paling strategis dan terpadat di kawasan itu yang kemudian terkenal dengan
nama selat Hurmuz. Kepentingan selat ini bagi negeri-negeri di kawasan Teluk
Arab/Persia tak ubahnya kepentingan selat Malaka bagi negeri-negeri di kawasan
Asia Tenggara dan Timur Jauh.
Hurmuz disebutkan dalam karya-karya geografi Asy-Syarif
Al-Idrisiy, Yaqut Al-Hamawi, Abul Fida' dan Ibnu Baththuthah. Abul Fida'
(672-732 H/1273-1331 M) dalam Taqwimul Buldan menerangkan, "Hurmuz adalah
daratan terbuka di Kirman. Banyak kurma, dan udaranya sangat panas. Seseorang
yang pernah mengunjunginya di masa kita sekarang menyampaikan kepadaku bahwa
Hurmuz Lama hanya tinggal reruntuhan sejak serangan Tatar. Penduduknya pindah
ke pulau yang disebut dengan Zurun (sekarang lebih dikenal dengan pulau
Hurmuz--MZ). Zurun ini adalah pulau dekat daratan, sebelah barat Hurmuz Lama.
Hari ini tidak berapa banyak lagi orang yang tinggal di Hurmuz Lama. Sementara
Zurun terletak setentang Oman. Dari Hurmuz ke perbatasan Persia sekitar 7 mil.
Nama yang sama juga digunakan untuk Hurmuz yang merupakan kota terjauh dari
Kirman. Seluruh kapal dari laut India memasuki teluk lewat Hurmuz."
Dalam masa di mana Haji 'Izzuddin bin Haji Isma'il
Amirabadiy hidup, yakni sepanjang paruh pertama abad ke-9 hijriah (ke-15
masehi), Hurmuz secara beturut-turut diperintah para raja: Muhammad Syah I
(779-802 H/1377-1399 M), Quthbuddin Tahamtan III Fairuz Syah (802-820
H/1399-1417 M), Saifuddin Muhar bin Quthbuddin (820-840 H/1417-1436 M), dan
Fakhruddin Turansyah II (840-875 H/1436-1470 M).
Dalam masa pemerintahan Saifuddin Muhar (802-820
H/1399-1417 M), sebagaimana dikemukakan As-Sakhawi (wafat 902 hijriah) dalam
Adh-Dhau' Al-Lami', Hurmuz menjadi bandar Dunia yang dikunjungi kapal-kapal
dari berbagai kerajaan di India dan negeri-negeri di Cina. Pedagang-pedangan
dari Khurasan, Samarkand serta lainnya datang ke Hurmuz, sehingga membuat
kerajaan ini sangat kaya dan makmur.
Gerak perdagangan dengan Cina secara khusus tampak sangat
menonjol dalam masa pemerintahan Saifuddin di mana kerap sekali kapal-kapal
Cina melintas di Hurmuz. Dalam tahun 825 hijriah (1421-1422 masehi) 4 armada kapal
Cina menyebrangi samudera India, dan Saifuddin menjual untuk mereka berbagai
permata yang ditukar dengan emas, uang, kain dan porselen.
Pada 840 hijriah, pemerintahan Hurmuz beralih kepada
Fakhruddin yang menggantikan saudaranya Saifuddin setelah konflik dan
perdamaian. Inisiator perdamaian dan penengah di antara dua bersaudara ini
adalah Saifuddin 'Abdurrahman Al-Ijiy Al-Makkiy As-Syafi'i (wafat di Makkah,
864 hijriah), seorang ulama dan sufi.
Fakhruddin Turansyah, sebagaimana dikatakan As-Sakhawiy, adalah
seorang yang taat beragama. Di masa kecilnya, ia sudah pergi haji bersama
ayahnya. Ia mengirim setiap pelaku tindak pembunuhan dan pencurian kepada para
qadhi syara'. Lain itu, Fakhruddin juga mengistimewakan setiap kapal yang
datang dari Makkah dengan tidak memungut pajak. Ia juga memuliakan para ulama
dan menjadi sahabat bagi mereka.
Komplek Makam Haji 'Izzuddin bin Haji Isma'il Amirabady saat selesai ditata kembali oleh Tim Cisah. |
Dalam masa Fakhruddin memerintah Hurmuz inilah wafat Haji
'Izzuddin bin Haji Isma'il Amirabadiy di Seunuddon, Aceh, yakni dalam bulan
Rabi'ul Awwal 865 hijriah (Desember 1460 atau Januari 1461), di mana dalam
waktu yang sama Samudra Pasai (Syummuthrah) sedang dalam tangan As-Sultan
Al-'Adil Ahmad bin Zainal 'Abidin Ra'ubabdar (wafat 868 hijriah).
Kedatangan dan keberadaan Haji 'Izzuddin bin Haji Isma'il
Amirabadiy di Kerajaan Samudra Pasai (Syummuthrah) tentu tidak terlepas dari
perkembangan hubungan yang terjalin antara Hurmuz dan Samudra Pasai
(Syummuthrah) dalam abad ke-9 hijriah (ke-15 masehi), terutama dalam bidang
da'wah dan perdagangan. Dan hubungan erat antar negeri-negeri Islam ini pun
tentu pula telah dimungkinkan oleh peran para penguasa cemerlang seperti
Quthubuddin Muhar di Hurmuz dan Sultan Zainal 'Abidin Ra'ubabdar (sang penakluk
gelombang) di Syummuthrah.
Demikianlah satu sisi kecil dari cerita negeri ini pada
masa lampaunya, dan tentu akan ada banyak pelajaran serta teladan bagi
orang-orang yang cermat. Dari sisi ini, sejarah kiranya telah mengajarkan
bagaimana para pewaris negeri ini mesti membuka dan merambah jalan ke dunia
yang luas, ke pusat-pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang mencerahkan
serta memajukan, serta keluar dari cangkang keterbelakangan yang dibuat oleh
manusia-manusia yang mentalnya sudah dilumpuhkan penjajahan dan perbudakan
sampai berabad-abad lamanya (konon, selama 350 tahun) dan sampai hari belum
berhasil dipulihkan.
Bitai, 7 Syawwal 1437
Bacaan:
1. Al-Hadiyyah Al-Hamidiyyah fi Al-Lughah Al-Kurdiyyah.
2. Al-Alqab Al-Islamiyyah fi At-Tarikh wal Watsa'iq wal
Atsar.
3. Salthanah Hurmuz Al-'Arabiyyah.
4. Taqwimul Buldan.
5. Mamlakah Hurmuz Al-'Arabiyyah Al-Mustaqillah.
6. Adh-Dhau' Al-Lami' li Ahli Al-Qarn At-Tasi'.
7. Tarikh Mamlakah Hurmuz munzu Qiyamiha hatta Suquthiha
Sanah 1622
Oleh: Musafir Zaman
Dikutip dari akun facebook di group Mapesa.
0 Komentar