Kompleks makam peninggalan sejarah Aceh Darussalam abad 16, Lamtadok, Darul Kamal, Aceh Besar. |
Gembira
Dalam
keadaan yang hampir sepanjang waktunya adalah kegundahan, izinkanlah saya
bergembira dan berbagi kegembiraan ini dengan Anda.
Adalah
Tuan Syahrial Qadri, kali ini, bintangnya. Kami sebenarnya sebaya. Hanya
beberapa bulan saja saya mendahului kelahirannya. Tapi karena roman dan
perawakannya yang tampak jauh lebih muda, saya telah terjebak untuk
memanggilnya Adinda di awal perkenalan kami, dan itu sudah lama.
Tuan
Syahrial Qadri dan kakandanya, yang berarti kakanda saya juga, Tuan FaisarJihadi, sama-sama meminati sejarah Aceh, dan punya ketertarikan secara khusus
kepada batu nisan Aceh sejak mereka masih remaja. Sejak itu mereka sudah dapat
melihat bahwa batu-batu nisan Aceh, kecuali merupakan penanda kubur bagi
nenek-moyang yang dari sana mereka berpangkal hulu, juga merupakan warisan
kebudayaan dan sejarah yang memiliki banyak keistimewaan dan kepentingan. Dan
ketika Mapesa lahir, mereka berdua segera berdiri sebagai penyokong utama.
Selasa
kemarin, Tuan Syahrial Qadri pergi mencari satu jenis pohon yang telah lama
menjadi nama gampong di mana ia dilahirkan dan dibesarkan di Banda Aceh:
Gampong Punge. Ia sangat ingin melihat bagaimana rupa pohon Punge itu, dan
karena saya pernah mengabarkan kepadanya bahwa saya telah melihat pohon Punge
di bilangan Gampong Biluy, Kecamatan Darul Kamal, Aceh Besar, maka pada Selasa
kemarin ia pergi mencari pohon itu ke posisi yang telah saya beritahukan. Ia
tidak berhasil menemukan pohon itu di sana--saya juga kemudian jadi ragu apakah
saya telah menunujukkan posisi yang benar. Namun untuk selanjutnya, takdir
membawa Tuan Syahrial Qadri untuk bertemu dengan seorang yang diketahui
kemudian adalah Geuchik Gampong Lam Tadok. Geuchik lantas memberitahukan
tentang adanya sebuah kompleks makam tua di Lam Tadok di mana dimakamkan
seorang tokoh bernama Teungku Chik Lam Kaya. Nama tokoh ini telah diabadikan
menjadi nama juroeng (lorong) di Gampong Lam Tadok.
Sampai
di tempat yang diberitahukan, yang ternyata adalah sebuah kebun yang rimbun dan
bersebelahan dengan areal persawahan, Syahrial bertemu dengan pemilik kebun
yang selama ini telah merawat kompleks makam itu dengan baik. Kompleks makam
itu terlihat berada di atas sebuah gundukan tanah yang hampir menyerupai anak
bukit. Satu makam di antaranya memiliki sepasang batu nisan yang ukuran
besarnya sangat menonjol. Syahrial dalam waktu itu juga memotret semua sisi
dari sepasang nisan itu dan menyiarkan gambar-gambarnya di Grup Mapesa.
Penyiaran
tersebut segera menarik perhatian Adinda saya, Mizuar Mahdi Al-Asyi, yang dalam
waktu itu juga mencoba menghubungi saya untuk mengabarkan tentang adanya temuan
terbaru itu. Lima kali telepon berdering, sekalipun tak sempat terdengar oleh
saya karena sedang menulis sesuatu. Akhirnya, Mizuar datang ke tempat di mana
saya berada. Saya kenal sekali gaya Adinda saya ini kalau sudah dipanggil oleh
suatu kerinduan ke masa lampau. Ia tidak akan pernah bisa sabar untuk melepaskan
kerinduan itu. Ia langsung memberitahukan saya, nisan yang baru ditemukan Bang
Syahrial memiliki epitaf. Demikian katanya.
Ia
sudah dapat membaca beberapa "kata kunci" di batu nisan itu. Saya
tahu, Adinda saya ini tidak akan pernah berhenti sebelum dapat meyakinkan saya
bahwa temuan itu penting. Maka akan halnya posisi saya pada waktu itu ialah:
tidak punya pilihan lain kecuali menurut! Seribu satu alasan yang mungkin saya
berikan tentu tidak akan pernah dapat menolak ajakannya untuk meninjau ke
tempat tersebut. "Bang Syahrial sudah menunggu di Masjid
Lampeuneurut," ujarnya lagi, dan tidak lama kemudian, kami berangkat.
Hanya
dalam hitungan menit kami sudah tiba di tempat yang dimaksud. Dengan ditemani
seorang warga Gampong Lam Tadok, kami berziarah ke kompleks makam peninggalan
sejarah Aceh Darussalam itu. Setelah beberapa saat melakukan penilikan awal,
rasa suka cita saya seakan meledak dan pijar. Beberapa kali getar gemuruh dari
rongga dada dapat dirasakan dengan jelas!
Saya
gembira! Kegembiraan yang selalu dapat meyakinkan saya untuk melangkah di jalan
yang telah dipilih betapapun luruh sudah sayap-sayap jiwa. Saya tidak lagi
menunda dan menunggu waktu untuk mencermati inskripsi pada kedua nisan yang
paling menonjol di kompleks makam itu. Saya begitu terpana dengan tulisan di
sisi muka nisan kelapa (utara) makam. Sisi tersebut adalah bagian yang pertama
sekali terlihat saat seseorang berziarah dan mengucapkan salam kepada penghuni
kubur, dan di sana terukir indah sebuah doa:
اللهم اغفر وارحمه واجعل الجنة تثويبا لـ...
"Ya
Allah, ampuni dan sayangilah dia, dan jadikanlah syurga sebagai pahala
(balasan) bagi...," sampai di sini saya terhenti lama karena tidak
mengenali kata-kata berikutnya sekalipun tulisannya sangat terang. Sedangkan
kata-kata setelah itu adalah:
المسلمين واالمؤمنين عامة برحمتك يا غفار
"...kaum
Muslimin dan Mu'minin seluruhnya, dengan Rahmat-Mu, wahai Yang Maha
Pengampun!"
Doa
itu terdengar begitu lembut dan menggugah, tapi sejak sore hari itu sampai
malamnya sampai keesokan harinya, saya masih digundahgulanakan oleh satu kata
yang belum dapat saya ketahui secara pasti dan meyakinkan. Saya telah mencoba
untuk memberikan seluruh kemungkinan untuk bentukan asal kata setelah huruf
"Lam lil milk" (Lam untuk menandakan kepunyaan; bagi) ini. Yang sudah
diketahui secara pasti saat itu hanya bahwa kata-kata itu berbentuk ism fa'il
(pelaku).
Batu nisan kepala dari sebuah makam yang di sisi bertulis sebaris doa.. |
Pertama
sekali saya memberikan kemungkinan bentuk kata yang sangat dekat dengan yang
terlihat: dal, fa'/qaf, dal (dikarenakan tanpa baris atau titik); da-fa-da,
da-fa-dza, kemudian da-qa-da, da-qa-dza, dan ternyata tidak ada kata-kata yang
demikian dalam bahasa Arab. Saya beralih ke kemungkinan yang lain, mengantikan
huruf awal dari dari dal menjadi dzal: dzal, fa'/qaf, dal; dza-fa/qa-da lantas
dza-fa/qa-dza. Kata-kata yang demikian juga tidak ditemukan dalam bahasa Arab.
Saya
mulai menaruh curiga tentang adanya yang tidak beres dalam pemahatan kata-kata
ini, tapi dari bagaimana kata itu terpahat, saya sama sekali tidak melihat ada
bekas keragu-raguan di sana. Pemahat sangat yakin dengan apa yang ia pahat.
Tapi saya juga mencoba untuk memberikan kemungkinan, siapa tahu jika pemahat
memang tersilap. Kali ini saya akan menggantikan huruf tengah yang tadinya saya
yakin adalah fa' dengan ba'; da-ba-da dan seterusnya semisal di atas, dan
ternyata juga tidak ada satu pun kata-kata bahasa Arab yang demikian.
Terakhir,
saya harus menenangkan diri dengan menganggap bahwa huruf terakhir dari kata
tersebut adalah ra' dan bukan dal. Dengan begitu, saya terpaksa menuduh pemahat
telah menyederhanakan bentuk ra' dan tidak memberikan hak huruf itu sepenuhnya.
Saya mencoba untuk dapat tidur malam dengan menganggap kata yang pantas di
kalimat doa itu adalah "dzabir" dari dza-ba-ra, yang berarti
memahami, dan "dzabir" adalah orang berkompeten, pakar, dalam ilmu
pengetahuan (lihat Lisanul 'Arab: Adz-dzubur).
لذابر المسلمين والمؤمنين عامة
"...
bagi seorang pakar ilmu pengetahuan [dari] kaum Muslimin dan Mu'minin
seluruhnya..."
Tapi
keesokan harinya, saya kembali mengamati gambar dan kata-kata itu. Batin saya
merasa bersalah, dan saya tidak benar-benar yakin pemahat telah melakukan
"penganiayaan" terhadap huruf ra'-nya. Sama sekali tidak mungkin. Ia
seorang yang sangat cermat, dan lagi pula, di sini, ia tidak sedang dalam
posisi terjepit yang memaksa dirinya melakukan "penganiayaan" itu.
Kebingungan,
lantas, seperti bertelengkup di atas mercu kepala saya sepanjang hari. Di
beberapa waktu sempat juga terlintas kenangan bagaimana dulunya di dayah, saat
seseorang menjumpai kesulitan dalam memahami 'ibarah Mushannif (ungkapan
pengarang), maka udara seakan-akan mendadak berubah panas, lalu banjir peluh,
hingga terkandang harus beberapa kali ke kulah (bak air untuk wudhu') dan
memilih mengambil sunat menyapu seluruh kepala ketika berwudhu', bahkan
kadang-kadang bukan saja menyapu, tapi membasuh dan menenggelamkan kepalanya
dalam kulah untuk menghentikan "asap" yang seolah-olah sedang
mengepul di atas kepala! Akan halnya saya, kaki dan telapak kaki segera terasa
sangat pegal dan seperti ingin sekali menginjak benda-benda runcing untuk
meredakan pegal. Dalam luapan dan dorongan hasrat yang kuat untuk mengetahui
tapi di sisi yang lain satu hal justru hampir mutlak mengganjal dan
menghalanginya, maka itu adalah penderitaan!
Lantas,
apa perlunya saya menceritakan ini kepada Anda?
Itu
sesungguhnya karena saya ingin mengungkapkan kegembiraan saya yang lain setelah
kegembiraan oleh karena penemuan itu. Ingin merayakan kegembiraan yang kedua
ini bersama Anda juga. Di waktu yang lalu, saya selalu menyalami seseorang di
sekitar saya saat saya mendapatkan pembukaan (futuh), dan kali ini, lewat cerita
ini, saya ingin menyalami Anda atas pembukaan yang Allah anugerahkan setelah
kesempitan dan kegelapan.
Setelah
hari yang panjang, pada malamnya, saya kembali mencermati inskripsi nisan pada
sisi-sisi yang lain. Sungguh Allah Maha Pembuka dan Maha Mengetahui! Saya
ditunjukkan kepada salah satu gaya huruf "waw" yang dibuat oleh
pemahat. Huruf "waw" itu mengingatkan saya kepada kata-kata
"dza-wa-da" (dza-da; dzau-d), yang bentuk ism fa'il kata-kata itu
adalah "dza'id". Saya segera memeriksa kembali pahatan kata-kata itu,
dan ya, ternyata sesuatu yang penting telah terabaikan oleh saya karena mengira
itu hanya sebagai hiasan saja. Kaligrafi (khath) Darul Kamal memang memiliki
gaya yang khusus; mengaduk huruf, baris, hiasan menjadi satu kesatuan yang
perlu ketelitian untuk memisahkan satu dari lain.
Ya,
yang terabaikan itu ternyata adalah huruf hamzah, dan bacaannya dengan demikian
dapat dipastikan adalah "dza'id". Walhamdulillah.
لذائد المسلمين
“...bagi
pelindung dan pembela orang-orang Muslim.”
|
Kenyataan
ini kemudian menjadi sumber kegembiraan yang membuat saya seperti ingin
menyalami semua orang yang pernah mengikuti tulisan-tulisan saya selama ini
sambil bertakbir dan bertahmid tak ubahnya pada saat hari raya. Yaitu, ketika
saya mendapatkan Yaqut Al-Hamawi dalam Lisanul 'Arab menerangkan:
...ورجل ذائد اي حامي الحقيقة دفاع... وفي الحديث :وأما إخواننا بنو أمية فقادة وذادة : الذادة جمع ذائد وهو الحامي الدافع
...ورجل ذائد اي حامي الحقيقة دفاع... وفي الحديث :وأما إخواننا بنو أمية فقادة وذادة : الذادة جمع ذائد وهو الحامي الدافع
"Rajulun
dza'id artinya [laki-laki] pelindung kebenaran lagi pembela (penolak
kepalsuan)... dan dalam hadits: Adapun saudara-saudara kita Banu Umayyah,
mereka adalah pemimpin dan pelindung; Adz-dzadah jama' (bentuk plural) dari
"dza'id", yaitu pelindung dan pembela."
Maka,
kalimat doa ini selengkapnya berbunyi:
اللهم اغفر وارحمه واجعل الجنة تثويبا لذائد المسلمين والمؤمنين عامة
برحمتك يا غفار
"Ya
Allah, ampuni dan sayangilah dia, dan jadikanlah syurga sebagai pahala bagi
pelindung dan pembela orang-orang Muslim dan Mu'min seluruhnya, dengan
Rahmat-Mu, wahai Yang Maha Pengampun!"
Inilah
sumber dari kegembiraan yang meluap memenuhi seluruh rongga dada.
Menjumpai seorang tokoh besar dalam sejarah Aceh yang ketika wafatnya pada ratusan tahun yang silam telah didoakan semoga Allah menjadikan syurga sebagai balasan dari amalnya dalam melindungi dan membela orang-orang Muslim dan Mu'min, ini bukanlah sesuatu yang biasa.
Menjumpai seorang tokoh besar dalam sejarah Aceh yang ketika wafatnya pada ratusan tahun yang silam telah didoakan semoga Allah menjadikan syurga sebagai balasan dari amalnya dalam melindungi dan membela orang-orang Muslim dan Mu'min, ini bukanlah sesuatu yang biasa.
"Pelindung
dan pembela kaum Muslimin dan Mu'minin seluruhnya." Sebuah kalimat kunci
untuk sebuah kisah penuh kepahlawanan dan keteladanan yang pernah berlangsung
di tanah yang bertuah ini. Maka, biarlah orang berebut gelar-gelar, julukan-julukan,
lewat berbagai pernyataan-pernyataan yang mereka tuju dari semua itu adalah
kepentingan duniawi, dan cukuplah kehormatan bagi negeri ini dengan
berbaringnya jasad orang-orang yang sedia mengorbankan dirinya bagi kaum
Muslimin dan Mu'minin, dalam rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tidak
berkeputusan.
Sampai
sejauh ini, ucapan doa seperti teks yang terpahat pada nisan tersebut merupakan
sesuatu yang baru pertama sekali ditemukan, hal mana menandakan tokoh yang
bersemayam di dalamnya adalah seorang yang istimewa di masa hidupnya. Siapakah
dia? Akan datang kabar itu kepada Anda dalam tempo yang mudah-mudahan tidak
lama lagi, dengan seizin Allah Yang Maha Tinggi.
0 Komentar