Batu jirat ini berasal dari masa silam bertarikh 796 Hijriah (1394 Masehi), sekitar 642 tahun lalu dengan perhitungan hijriah. Ketika pertama sekali ditemukan sekitar tahun 2007, kondisinya sudah pecah secara tidak alami. Ada warga setempat yang menduga bahwa batu jirat ini telah sengaja dipecahkan oleh orang-orang yang mencari intan (?!).
Lokasi batu jirat di Gampong Bumban, Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara, sebuah daerah terbilang pedalaman di bagian utara Aceh, sekitar 15 km dari pantai ke arah selatan mengikuti aliran Krueng Pasai. Bumban adalah gampong yang tidak ramai penduduknya, jalan-jalannya terlihat lengang sepanjang hari. Batu jirat ini serta lainnya berada di puncak sebuah bukit yang disebut oleh masyarakat setempat dengan Cot Kuprah.
Di sebuah tempat yang jauh dari wilayah pesisir di mana Kota Sumatra telah dibangun dalam abad ke-7 Hijriah (ke-13 Masehi); di sebuah tempat yang hari ini hanya dapat digambarkan sebagai sebuah tempat yang terpencil dan sunyi, tapi bagaimana mungkin aksara dan kalimat Arab dengan kaligrafi yang lumayan mapan dapat dijumpai di sana?!
Negeri orang-orang Arab adalah negeri yang sangat jauh, dirintang laut yang begitu luasnya, dan sarana transportasi yang sudah tentu tidak sehebat dewasa ini, tapi tulisan Arab telah ditemukan di tempat terpencil di Aceh Utara, dan Nabi Muhammad Shalla-Llahu 'alaihi wa Sallam telah disanjung dengan sebaik-baik sanjungan. Sebuah kekuatan, tentu, telah bekerja dengan dahsyatnya. Maka, bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, dan mintalah keampunan-Nya, sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat.
Namun demikian, bukti dari adanya sebuah kekuatan yang dahsyat itu tidak akan mendapatkan prioritas perlindungan.
Perlindungan bukti yang menyebutkan Nabi Muhammad Shalla-Llahu 'alaihi wa Sallam sebagai Pemilik Mimbar dan Maqam, Mahkota para Nabi dan Penghulu seluruh makhluk di alam semesta, adalah sesuatu yang dianggap dapat ditunda. Mungkin, karena tidak secara langsung menyangkut soal perut yang harus diisi. Maka keharuan selalu menghujam hati saat membaca sebuah hadits Muttafaqun 'alaih (Bukhari dan Muslim):
عن عروة عن عائشة رَضِيَ اللَّهُ عَنها
أنها كانت تقول: والله يا ابن أختي إن كنا لننظر إلى الهلال ثم الهلال ثم الهلال: ثلاثة
أهلة في شهرين وما أوقد في أبيات رَسُول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نار. قلت: يا خالة
فما كان يعيشكم قالت: الأسودان: التمر والماء، إلا أنه قد كان لرَسُول اللَّهِ صلى
الله عليه وسلم جيران من الأنصار وكانت لهم منائح وكانوا يرسلون إلى رَسُول اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم من ألبانها فيسقينا. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
"Dari 'Urwah dari 'Aisyah Radhiya-Llahu 'anha, sesungguhnya ia pernah mengatakan: 'Demi Allah, wahai anak saudariku (keponakanku), manakala kami pernah melihat hilal (awal bulan), lantas ke hilal [berikutnya], kemudian ke hilal [berikutnya]; tiga kali hilal (tiga bulan), dan [selama itu] tidak pernah hidup api [untuk memasak] di rumah-rumah Rasululullah Shalla-Llahu 'alaihi wa Sallam.' Aku ('Urwah) menanyakan, 'Bibi! Jadi apa yang kalian [makan] untuk menyambung hidup? 'Aisyah menjawab, 'Dua benda hitam; kurma dan air. Akan tetapi Rasulullah Shalla-Llahu 'alaihi wa Sallam memiliki tetangga-tetangga dari kaum Anshar. Mereka memiliki hewan-hewan (unta dan kambing) yang dapat diperah susunya untuk diberikan kepada orang lain. Mereka mengirim susu hewan-hewan itu kepada Rasulullah Shalla-Llahu 'alaihi wa Sallam supaya Beliau dapat memberikan itu kepada kami." (Muttafaq 'alaihi)
Kendati demikian, perlindungan bukti yang mengaitkan Madinah dan Bumban itu bukanlah prioritas menurut wakil-wakil rakyat yang terhormat di Aceh.
Alangkah inginnya hati supaya Pembaca yang mengikuti Grup Mapesa dapat melihat warisan masa silam ini sekalipun saya tidak dapat memberitahukan secara pasti apakah "benda" ini masih di tempatnya atau sudah tidak ada lagi.
Oleh: Musafir Zaman.
Penulis adalah pembina Mapesa
Diposting pertama sekali di group facebook Mapesa.
0 Komentar