Sari Laporan Kegiatan Arkeologi di Aceh dalam Triwulan Pertama Tahun 1915

Repro: Musafir Zaman.
Diterbitkan oleh J. J. de Vink
Kendati saya sudah menyebutkan dalam laporan saya bahwa saya bermaksud memindahkan pekerjaan saya ke Peurlak, dekat Idi, namun saya tidak besumpah untuk maksud tersebut disebabkan adanya temuan-temuan baru di sekitar Kuta Raja. 
Dalam bulan Desember, saya masih bersama Dr. Hoesein Djajadingrat melakukan kunjungan ke daerah 9 Mukim (Daroey), di mana di Kampung Biluy telah ditemukan banyak kompleks kuburan, termasuk salah satunya kompleks kubur sultan. Menurut Dr.Djajadingrat, kompleks kuburan itu sangat penting. Kompleks kuburan penting berikutnya juga telah ditemukan di Kampung Lam Taduk.
Setelah membuat foto dan salinan karbon di sini, praktik dialihkan ke Kampung Punge, di bagian Kuta Raja. Ada banyak kompleks kuburan yang ditemukan dan digali di situ, tapi tidak ada yang menarik. Atas saran Dr. Djajadiningrat, ada beberapa salinan karbon yang diambil dari sana, tapi tidak ada foto.
Saya juga berulang kali berada di berbagai kampung lain untuk menyelidiki kompleks-kompleks kuburan. Ketika saya menemukan sesuatu atau lainnya, saya kembali melakukan kunjungan bersama Dr. Djajadiningrat. Namun, sampai saat ini, kunjungan-kunjungan itu belum menghasilkan apa-apa. 
Laporan ini memuat selembar peta Kuta Raja dan sekitarnya (skala 1: 40.000), dari Lhok Nga sampai Ladong dan Indrapuri, yang menerangkan tempat-tempat di mana kubur-kubur itu ditandai dan difoto.
Awal Januari saya pergi ke Daya (Pantai Barat), dan di bawah penjagaan militer saya mengunjungi batu nisan Poteu Meureuhom Daya di Cot Gle Jong. Di Daya, saya bersama Dr. Djajadiningrat yang menemukan surat sultan (sarakata dengan cap sikureung) yang dibeli dari pemiliknya lalu dikirim ke Batavia.
Selanjutnya, klise (gambar negatif pada film potret) Tuan di Kandang I-1V, Kramat Tuan di Sore (?), Teungku Said (di Cot Lam Raya), Tuan Meurah, Blang Tutoeng, Blang Lam Ujoeng, Teungku Glumpang, Teungku Bak Asan, Ulee Lueng, Kampung Kandang dan Meureuhom Daya, salinan karbon dari Ulee Lueng, Raja Pirak, Teungku di Muling, Kubu Aneuk Uleebalang, Jirat Raya, Tuan Siah, dan Tuan di Kandang (Biluy). 
Dalam triwulan ini 2350 Gulden (f) telah diproses.*** 
Secara khusus, saya menyebutkan sebuah legenda terkait dengan Kampung Bitai, yang diceritakan oleh seorang laki-laki tua yang tinggal di sana, bahwa di sudut-sudut kompleks makam Jirat Manyang telah dikubur bejana-bejana berisi benda berharga, tapi semua itu baru bisa ditemukan setelah melakukan kenduri [dengan menyembelih seekor hewan] (di sini, keterangan de Vink yang sesungguhnya mengenai penyembelihan hewan tidak masuk akal, dan telah saya luruskan-MZ). Sebagian batu-batu nisan di situ telah rusak, dan menurut Dr. Djajadiningrat tidak ada inskripsi yang penting. 
Kuta Raja, Maret 1915. 
Diterbitkan dalam: 
(Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie - Oudheikundig Verslag 1915 : p. 40-41)
(Layanan Kepurbakalaan di Hindia Belanda - Laporan Kepurbakalaan 1915 : h. 40 - 41)
*** Konversi f 2350 ke nilai IDR masa sekarang: 
Noveldesra Suhery: 
1 florin (gulden) tahun 1920 bisa membeli 7 kg gula premium.
f 40000 tahun 1916 dapat membeli 5,6 kg emas (5600 gram)
Jika harga gula premium hari ini adalah Rp11.000 per kg, maka 1 florin (gulden) tahun 1920 setara dengan Rp77.000 (tahun 2015). 
Jika harga emas hari ini (2015) adalah Rp530.000 per gram, maka harga 5600 gram emas hari ini (2015) adalah Rp2.968.000.000 (hampir 3 milyar Rupiah). Artinya, jika Rp2.968.000.000 sama dengan f40.000 (tahun 1916), maka f1 (satu gulden) tahun itu sama dengan Rp74.200 hari ini (2015). 
Antara 2 informasi ini, (konversi dengan harga gula dan harga emas), maka konversi 1 gulden tahun 1916 - 1920 adalah setara dengan Rp 74.200 (Mei 2015).
Posted 4th May 2015 by Noveldesra Suhery
Link: http://desranov.blogspot.co.id/2015/05/konversi-nilai-mata-uang-zaman.html 
Maka, konversi f 2350 ke nilai IDR masa sekarang adalah: Rp. 174.370.000, dan itu untuk kegiatan selama 3 bulan. 
Catatan: 
Terjemahan ini terpaksa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dituls tentang peninggalan sejarah Aceh di permulaan abad silam, sebab berharap dan menanti terjemahan dari pihak lain (apalagi dari pihak berkompeten), untuk sementara ini, hanya akan membuang waktu saja. 
Karena dilakukan secara terpaksa, maka kekurangan adalah hal yang tidak dapat dielakkan. Kepada ahli, mohon perbaikan dan penyempurnaan, atau bahkan penerjemahan ulang.
Laporan ini berbahasa Belanda diterjemahkan oleh Musafir Zaman.
Dikutip dari group facebook Mapesa.

Posting Komentar

0 Komentar