"Suara Dua"
Ahad lalu 17 Februari 2019, Mapesa melakukan pembersihan dan penataan sebuah kompleks kubur peninggalan sejarah Aceh Darussalam di Gampong Suka Damai, Kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh. Kompleks kubur tersebut berada di belakang gedung MIN Suka Damai, dalam lahan kebun yang terkurung oleh bangunan-bangunan di sekitarnya. Hanya sebuah gang kecil di sisi timur yang dapat menyampaikan seseorang dengan kendaraannya ke lahan dan kompleks tersebut.
Kubur-kubur yang ditandai dengan batu nisan Aceh itu berada di atas sebuah gundukan. Ada belasan nisan di atas sana. Dua batu nisan dari satu kubur yang terletak paling timur kompleks tampak dalam ukuran tinggi dan besar yang sangat menonjol dari lainnya. Istimewanya lagi, badan kubur itu ditutupi terakota (batu bata) yang sama arkaisnya dengan batu nisan. Wujud fisik dari benda bersejarah seperti itu tentu dapat memberi kesan kepada siapa saja yang menziarahinya bahwa di dalam kubur itu telah dimakamkan seorang yang bukan sembarang orang. Ia, tampaknya, adalah orang yang dikawal di masa hidupnya, dan setelah ia meninggal dunia, kuburnya diturap dengan batu bata agar tidak ada sesuatu pun yang dapat melanggar kehormatannya. Sayang sekali, tidak ada sebuah nama pun yang ditemukan di kompleks kubur tersebut.
Setiap sisi dari kedua batu nisan kubur paling barat itu dipenuhi kaligrafi Arab dengan keindahan yang sudah lazim ditemukan pada batu nisan dari zamannya; sekitar abad ke-10 Hijriah (ke-16 Masehi). Pada batu nisan kepala (sebelah utara) adalah inskripsi yang membunyikan kalimat Tauhid; dua kalimat agung yang tidak pernah berhenti bergema di berbagai ruang sejarah Aceh, dan merupakan tali nyawa orang Aceh yang takkan pernah putus. Tauhid adalah seruan yang terus disampaikan oleh masa lampau Aceh, dan merupakan kaidah hidup yang terus ingin dikukuhkannya. Inskripsi kalimat Tauhid, karena itu, adalah sesuatu yang umum ditemukan.
Jika inskripsi pada batu nisan kepala adalah sesuatu yang umum ditemukan, pada batu nisan kaki (sebelah selatan) tampak sebuah penyajian pesan yang sejauh ini dapat dikatakan berbeda. Kalimat-kalimat yang diukir pada batu nisan kaki sebenarnya juga umum ditemukan pada batu nisan peninggalan sejarah Aceh Darussalam, tapi di sini, cara penyajiannya sedikit berbeda, terutama pada sisi selatan.
Cara penyajian yang sedikit berbeda itu ternyata berhasil memberikan pengaruh yang sangat berbeda. Hanya Allah Pemilik keindahan sentuhan sang seniman! Penyajian yang sedikit berbeda itu telah mengantarkan pengunjung (audiensi) kepada ruang makna yang belum pernah dimasukinya ketika menemukan kalimat-kalimat tersebut pada nisan-nisan yang lain. Dalam ruang makna itu terbentang kepadanya suatu pengetahuan yang terang serta meyakinkan tentang kesemestaan.
Sisi selatan dari batu nisan kaki terdapat inskripsi berbunyi:
الدنيا ساعة فجعلها طاعة
(Dunia itu sebentar, jadikanlah dia untuk ketaatan!)
Kalimat ini dipahat pada baris pertama dan terus diulang pada tiga baris berikutnya.
Tapi, di ujung kalimat tersebut, pada setiap barisnya, terdapat kata lain.
Pada baris pertama:
ألا
(Ketahuilah)
Pada baris kedua:
كل
(segala)
Pada baris ketiga:
شيء [ما] خلا [الله]
(sesuatu selain Allah)
Kata "Ma" dan Lafzhul Jalalah tidak ditemukan. Saya yakin karena ruang yang sangat sempit, namun pemahat memaksudkannya, dan hanya memilih kata "Syai'" dan "Khala" untuk maksud tersebut.
Pada baris keempat:
باطل
(semu)
Kata-kata tersebut terdengar seperti suara dua yang mengiringi suara satu (primadona).
Dalam pada waktu suara primadona nyaring mengingatkan:
الدنيا ساعة فجعلها طاعة
(Dunia itu sebentar, jadikanlah dia untuk ketaatan!)
Terdengar pula suara yang turun satu oktaf mengiringinya, lembut dan perlahan, bahkan hampir seperti sebuah bisikan, untuk menguatkan serta mengajukan alasan dari pesan yang disampaikan dalam suara primadona:
ألا -- كل -- شيء ما خلا الله -- باطل
(Ketahuilah - segala - sesuatu selain Allah - adalah batil)
Dunia itu sebentar, jadikanlah dia untuk ketaatan, sebab segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan Allah, tidak berhubungan dengan iman dan ketaqwaan kepada-Nya, tidak menyangkut dengan pelaksanaan segala perintah-Nya serta da'wah kepada-Nya, semua itu adalah semu, sia-sia dan tidak bermanfaat.
Dunia itu sebentar, jadikanlah dia untuk ketaatan, karena segala sesuatu selain Allah adalah tidak nyata dan tidak benar. Hanya Allah Al-Haqq Al-Mubin (Yang Maha Benar lagi Maha Nyata).
"Demikianlah (kebesaran Allah) karena Allah, Dia-lah (Tuhan) Yang Maha Benar. Dan apa saja yang mereka seru selain Dia, itulah yang batil, dan sungguh Allah, Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (Al-Hajj: 62)
Penyajian pesan sebagaimana demikian, yakni dalam suatu paduan atau dengan mengombinasikan pesan pertama dengan suara satu dan pesan kedua dengan suara dua (backing vocal), tanpa disangka-sangka, telah berhasil memperlihatkan kepada pengunjung (audiensi), bahkan menyadarkannya secara mendalam, akan hakikat kesemestaan yang semu dan tidak pernah berdiri dengan sendirinya; hakikat kesemestaan yang secara mutlak dimiliki oleh Yang Maha Memilikinya: Rabbul 'Alamin (Maha Pemilik semesta alam) Yang bagi-Nya-lah segala puji.
"Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (Al-A'raf: 54)
Dari itu, kesemestaan adalah suatu yang berbatas. Ia tidak lebih lama dari seperti satu bagian dari 24 bagian waktu sehari semalam, atau dari satu bagian dari waktu malam ataupun waktu siang (sa'ah), atau waktu yang teramat singkat. Jika kesemestaan berada dalam waktu yang sangat singkat, maka umur hidup manusia, seberapa pun panjangnya, tentu tidak akan lebih dari sekejap. Dan waktu yang sekejap itu teramat menentukan!
Begitulah kiranya yang terlihat oleh pengunjung dalam ruang makna yang lahir dari cara penyajian pesan yang sedikit berbeda pada batu nisan tersebut.
Dengan pola pembacaan inskripsi mulai sisi utara batu nisan dan seterusnya sampai ke sisi barat, seniman pemahat kalimat-kalimat pesan pada batu nisan ini, tampaknya, seperti menginginkan agar pesan-pesan tersebut dapat menyentuh bagian terdalam dari kesadaran pengunjungnya, terserap kuat dalam ruang perenungan, menjadi lantunan di bawah sadar, serta dapat memberikan efek pada pandangan dan sikap hidup.
Berikut ini, dengan mengimajinasikan kalimat sebelum garis miring sebagai suara satu (vocal) dan kalimat atau kata-kata setelah garis miring sebagai suara dua (backing vocal), pengunjung dapat membiarkan kalimat-kalimat pesan itu menyentuhnya secara leluasa dari balik zaman Aceh Darussalam yang telah lampau.
- Sisi utara:
ألا كل شيء ما خلا الله باطل / ألا كل
(Ketahuilah, segala sesuatu selain Allah itu semu. / Ketahuilah, segala [nya] ...)
الدنيا ساعة فجعلها طاعة / ألا كل
(Dunia itu sebentar, jadikanlah dia untuk ketaatan! / Ketahuilah, segala [nya] ...))
ألا كل شيء ما خلا الله باطل / ألا كل
(Ketahuilah, segala sesuatu selain Allah semu! / Ketahuilah, segala [nya] ...)
ألا كل شيء ما خلا الله باطل / ألا كل
(Ketahuilah, segala sesuatu selain Allah semu! / Ketahuilah, segala [nya] ...)
الدنيا
(Dunia)
ساعة
(sebentar)
فجعلها
(maka jadikanlah ia)
طاعة
(untuk ketaatan)
/
الموت باب
(Kematian adalah pintu)
الدنيا ساعة فجعلها طاعة / ألا
(Dunia itu sebentar, jadikanlah dia untuk ketaatan! / Ketahuilah...)
الدنيا ساعة فجعلها طاعة / كل
(Dunia itu sebentar, jadikanlah dia untuk ketaatan! / segala...)
الدنيا ساعة فجعلها طاعة / شيء ما خلا الله
(Dunia itu sebentar, jadikanlah dia untuk ketaatan! / sesuatu selain Allah...)
الدنيا ساعة فجعلها طاعة / باطل
(Dunia itu sebentar, jadikanlah dia untuk ketaatan! / adalah batil...)
وكل الناس داخله
(dan setiap manusia memasukinya)
وكل الناس شاربه
(dan setiap manusia meminumnya)
/
الموت كأس
(Kematian adalah secangkir minuman)
Sisi Barat |
Satu hal lain yang saya duga menjadi alasan dari seniman menyajikan pesan-pesan sebagaimana yang dia lakukan adalah oleh karena terkait suatu kemampuan istimewa yang dimiliki Almarhum di dalam kubur tersebut di masa hidupnya. Almarhum boleh jadi seorang orang yang memiliki kemampuan terkait ritme (irama); syair atau tembang! Semoga Allah mengampunkan saya atas dugaan ini.
Menyangkut dugaan tersebut, niat saya hanya untuk mengingatkan tentang kompleksitas kebudayaan dan peradaban Islam di mana banyak sudut dan sisi yang berhak untuk dicermati dan diselidiki dalam rangka rekonstruksi suatu kehidupan di masa lampau. Sehingga, persoalan yang dibicarakan dan menyita perhatian tidak melulu soal kemana Islam pertama sekali datang, Meurah Pupoek, atau yang semisalnya.
Kuta Malaka, 17 Jumadil Akhir 1440
* Gambar-gambar yang disiarkan di sini dapat diambil setelah kerja pembersihan dan penataan yang dilakukan Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (MAPESA) pada Ahad lalu. Terhatur penghormatan dan terima kasih setinggi-tingginya kepada setiap pribadi yang telah ikut berpartisipasi dalam kerja mulia tersebut.
Oleh: Musafir Zaman
Dikutip dari group Facebook Mapesa
0 Komentar