Bangsawan Aceh Darussalam bernama Puhn Hayati

Pohon Kehidupan

Satu titik di suatu tempat terbuka, sebuah benda merefleksikan suara, menimbulkan gaung (echo). Saya memanggil Tuan Hasan Al Basri dan Tuan Thayeb Loh Angen untuk memastikan jika gaung itu bukan hanya di telinga saya. Keduanya kemudian mengonfirmasikan hal itu positif!
Di titik itu, suara terpantul mengenai dinding bangunan di tenggara lalu ke dinding bangunan di selatan. Hanya dalam hitungan detik, suara terdifusi itu kembali ke telinga pemilik suara. Mestilah sebuah benda keras, padat, dan berpermukaan rata, dengan kemampuan menyerap suara hampir 0 %, berada di titik itu. Kami mencoba di beberapa titik sejajar berdekatan, tapi gaung yang timbul tidak seberapa.
Di hadapan kami, di titik pantul itu, dua batu nisan peninggalan sejarah mengundang perhatian. Keduanya adalah batu nisan kaki (selatan) untuk kubur seorang pria dan seorang wanita. Kubur pria di sebelah kanan kami (barat) dan kubur wanita di sebelah kiri (timur). Saya menduga reflektornya adalah batu nisan di sebelah kanan. Tetapi, panel dengan tiga baris berisi surat (inskripsi) pada batu nisan di sebelah kiri (batu nisan kubur wanita) segera mengalihkan perhatian dari apapun benda penyebab echo.
Di baris paling atas, tulisan mudah dikenali. Itu adalah nama. Tapi, tulisan pada dua baris di bawahnya, menyadarkan suatu hal yang tidak lazim. Tulisan di baris paling atas seharusnya berada di paling bawah, dan tulisan di baris kedua seyogyanya di baris paling atas sebab merupakan bagian kalimat pembuka. Penempatan nama di baris paling atas tidak dapat dipahami selain karena untuk menonjolkan nama itu.
Saya memeriksa tulisan pada sisi-sisi yang lain, dan juga tulisan pada keempat sisi batu nisan kepala (utara) dari kubur itu. Tidak ditemukan tulisan menyangkut sosok yang dimakamkan. Semuanya adalah kalimah thaiyyibah (kalimat Tauhid). Tulisan mengenai sosok yang dimakamkan (epitaf) hanya ada pada sisi selatan batu nisan kaki. Dan, jika tulisan atau nama yang terdapat di baris paling atasnya disebut dengan suara terang, reflektor [di sampingnya?] akan memantulkan suara dan membuat nama itu bergaung.
بهن حياتي
Begitulah nama itu dituliskan. Kata pertama, saya membacanya "pohon". Marsden dalam Kamus Melayu-nya yang terbit 1812, menulis kata "pohon" dengan huruf Jawiy (Melayu): فوهن, tapi ia menulis bunyinya dengan "puhn". Orang-orang Banjar mengucapkannya "puhun" (Kamus Banjar-Indonesia). Pada dasarnya, bunyi "p" lebih dekat dengan bunyi "ba'" (b) daripada "fa'" (f) dalam bahasa Arab. Untuk membedakannya dengan bunyi "ba'" atau "fa", bunyi "p" kemudian dilambangkan dengan: پ atau ڤ. Tulisan بهن, apakah itu dibunyikan sebagai "puhn" atau "puhun", tapi yang jelas, itu adalah apa yang dalam Bahasa Indonesia disebut dengan: pohon.
Hayati, حياتي, sebagaimana حيات (hayat) jelas berasal dari Bahasa Arab: حياة (hayah); berarti hidup atau kehidupan. حياتي (hayatiy) dalam Bahasa Arab dapat berarti hidupku (kehidupanku) atau sesuatu yang berhubungan dengan hidup. Dalam Bahasa Jawiy (Melayu), serapan hayati tampaknya digunakan untuk sesuatu yang berhubungan dengan hidup atau kehidupan. Pohon Hayati, "Puhn Hayati" atau "Puhun Hayati", dengan demikian, dapat dimengerti dengan makna: pohon bagi segala sesuatu yang hidup, atau pohon kehidupan.
Saat seseorang berziarah ke kubur ini, dan datang ke batu nisan kepala, ia dapat membaca kalimah thayyibah (kalimat Tauhid) di berbagai sisinya. Datang ke batu nisan kaki dari arah utara, ia juga dapat membaca kalimat keimanan di sisi yang tampak dari arahnya, begitu pula di sisi sebelah kanan dan kirinya. Dan, ketika ia melangkah ke sisi terakhir dari batu nisan (sisi selatan batu nisan kaki), tulisan yang terbaca di baris pertama ialah:
المسمية بهن حياتي
(Yang dinamai Pohon Hayati)
Kesannya, perancang atau pembuat kedua batu nisan itu seakan-akan ingin mengungkapkan bahwa kalimah thayyibah yang tadi dibaca di setiap sisi kedua batu nisan, itulah yang dinamai dengan Pohon Hayati (pohon kehidupan).
Perancang sama sekali tidak memberikan kita peluang untuk menginterpretasikan "pohon kehidupan" sebagaimana dalam mitologi, atau juga apa yang disebut dengan شجرة الحياة (pohon kehidupan) di Negara Bahrain. Pohon Hayati (pohon kehidupan) dalam persepsinya adalah apa yang diterangkan dalam Al-Qur'an, surah Ibrahim, ayat 24-25.
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, Pohon itu memberikan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat."
Makna "kalimah thayyibah" (kalimat yang baik) dalam ayat tersebut adalah kalimat Tauhid. Kalimat keimanan ini, Allah tamsilkan sebagai pohon yang baik, pangkal dan akarnya kokoh, tidak akan pernah tumbang, dan tingginya menyentuh langit. Pohon yang baik itu membuahkan keimanan, ilmu pengetahuan, pikiran, perasaan, cipta karya, dan berbagai amal shalih; membuahkan kebudayaan dan peradaban istimewa yang menargetkan kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Itulah sejatinya pohon hayati; pohon kehidupan yang merupakan sukma bagi kebudayaan dan peradaban Islam.
Setelah baris pertama tadi, kedua baris berikutnya berisi inskripsi yang memberitahukan bahwa tamsilan itu telah dipetik untuk menjadi nama seorang wanita bangsawan Aceh yang hidup di sekitar penghujung abad ke-10 H (ke-16 M) atau permulaan abad ke-11 H (ke-17 M).
هذا القبر
السعيدة السعدية
"Inilah kubur wanita yang teramat berbahagia.."
المسمية بهن حياتي
"Yang bernama Puhn (pohon) Hayati"
Pohon Hayati, sebuah nama bergaung, mengingatkan kalimah thayyibah (ketauhidan dan keimanan).
Punge Blangcut, 24 Shafar 1444

Oleh Musafir Zaman
Dikutip dari group Mapesa

Posting Komentar

1 Komentar

Anonim mengatakan…
Terima kasih..