Batak, Turki, Aceh

Batak, Turki, Aceh

Dikutip dari terbitan Bataksch Instituut, edisi no. 2, De Islam in de Bataklanden: vragenlijst met gedeeltelijke beantwooring (Islam di Tanah Batak: kuesioner dengan jawaban parsial), Leiden, 1909. Publikasi tersebut disadur dan disunting dari esai G.K. Simon, misionaris dari Rijnsche Zendingsgenootschap (Rhenish Mission Society), yang berjudul: "Der Islam bei den Batak" (Islam di kalangan orang Batak).
Berikut kutipannya:
- Apakah ada representasi atau pendapat tentang imamah? (Hal. 32)
Itu pasti. Nama Raja Setambul (Sitambul) = Sultan Turki dikenal di seluruh tanah Batak, juga di kalangan penduduk pagan. Kadang-kadang (setidaknya dengan orang Karo) mereka juga mendengar tentang "Raja Rum". Di sana, Raja Rum itu selalu diasosiasikan dengan "Jawi" = Melayu, Muslim, juga dianggap sebagai teman dan sekutu Sultan Aceh, dan terkadang ditemukan pula pendapat bahwa Belanda juga merupakan bawahannya.
Bagi orang Batak Muslim, Raja Sitambul adalah pemimpin Islam yang perkasa. Dia adalah raja terbesar di Eropa. Negara-negara Kristen tunduk padanya, dan untuk alasan itu mereka semua memiliki perwakilan di istananya. Bahkan Kaisar Jerman yang perkasa memberi penghormatan kepadanya dengan mengirimkan hadiah. Dari imperiumnya, di mana semua ini dibuat, Raja Sitambul mengirimkan kereta api, telegraf, telepon, dll.
Ketika pada tahun 1905 Raja Si Antar, Muslim, ditangkap dan diasingkan, terdengar kabar tentang mengapa dia melarikan diri ke Singapura dan mengirim telegram dari sana ke Raja Sitambul; sebab Raja Sitambul akan membantunya".
Apakah orang-orang ini terkenal, dan dengan nama apa? (Hal. 32)
Seperti di tempat lain di kepulauan, ini disebut dengan perang (porang) sabil. Diharapkan suatu hari nanti Sultan Turki akan menghancurkan pemerintahan orang Kristen dengan perang suci. Perlawanan orang Aceh terhadap kekuasaan Belanda dianggap sebagai awal dari perang suci yang umum ini.
Apa signifikansi politik Islam di sini? (Hal. 41-2)
Kebetulan tidak begitu jelas apakah Islam memiliki kepentingan politik di sini dan mengejar cita-cita politik. Sekitar tahun 1890 harapan di Aceh boleh jadi sudah merupakan suatu "impian yang mapan" untuk membebaskan umat beriman (kaum Mu'min) dari kekuasaan kafir. Tapi itu sangat dipertanyakan apakah kekuasaan orang Aceh masih begitu dijunjung tinggi?!
- Selesai.
Catatan pinggir:
Tuanku..
Ketika melintas dalam bayangan hamba
Bagaimana Tuanku menatap pelepah kurma
di kota Junjungan
Lalu menitiklah air mata Tuanku
ke dalam perigi cinta Penghulu alam
Terenyuh hati Tuanku saat mengenangnya
Maka seketika itu meledaklah perasaan hamba
Menghamburkan aliran yang panas bagai lahar
dari jiwa yang dipecah-karamkan oleh cita-cita
Rahimaka-Llah ya Maulana wa 'Afaka.


Oleh Musafir Zaman
Dikutip dari group Mapesa

Posting Komentar

0 Komentar