Bukan Aceh Hari Ini


Bukan Aceh Hari Ini

Baris-baris di bawah ini datang dari G. H. van Soest dalam bukunya Geschiedenis van het kultuurstelsel (Sejarah Sistem Budaya) yang terbit di Rotterdam pada 1869. Baris-baris ini adalah di antara sekian banyak baris kata yang sulit ditemukan konteksnya di ruang Aceh dewasa ini. Apa yang diungkapkan lewat baris-baris tersebut hanya dapat diterima sebagai sebuah nostalgia. Menyadari kenyataan Aceh hari ini, nostalgia itu pun tak jarang teraduk bersama suatu keraguan, apakah itu benar merupakan berita masa lampau dari apa yang kita kenal sebagai Aceh sekarang ataukah itu sebenarnya suatu cerita tentang sebuah daratan yang dulunya pernah mengambang di perairan India Timur dan kemudian tenggelam untuk selamanya? Oleh karena kehilangan konteksnya dalam ruang Aceh hari ini, nostalgia itu pun, pada akhirnya, menjadi kering, rapuh, dan pada tahap selanjutnya, luluh dan menjadi butir-butir ketiadaan. Di kepala kita, apa yang diungkapkan dalam baris-baris semisal yang ditulis van Soest, hanya suatu wujud imajinatif yang tidak dapat dikoneksikan dengan apapun wujud realistis di Aceh hari ini dalam apapun tingkatannya. Betapa kita sesungguhnya berharap untuk tidak mengisi kesadaran kita dengan "bayangan" belaka!
Pada saat van Soest menyebut Minangkabau, ia menyinggung tentang Kerajaan Aceh (Atjin atau Acheen) yang terkenal di ujung utara Sumatra:
"Kerajaan ini berkembang pesat pada abad ke-16. Tidak ada kota di India yang memiliki bisnis yang lebih luas dari Aceh. Pelabuhannya yang besar terus menerus dipenuhi oleh ramai pedagang yang terpikat oleh perlindungan dan keamanan yang mereka nikmati di sana."
Lalu ia juga menerangkan:
"Aceh mempertahankan posisinya yang mulia dan ditakuti untuk waktu yang lama. Kerajaan ini mengirim utusan ke Eropa dan dikunjungi oleh utusan Eropa. Nederlandsche O. I. Compagnie (Perusahaan Belanda India Timur; VOC) di era pertunjukan sulapnya yang paling kuat sekalipun tidak berani menyerang Aceh secara langsung. Betapa VOC sangat menginginkan matinya pelabuhan bebas tersebut. Perusahaan Belanda itu terus memasuki jalur diplomasi, dan dia pikir dia sudah menang banyak ketika dia diizinkan untuk mendirikan perusahaan perdagangan di Padang."
Baris-baris serupa dan senada ini kerap dijumpai dalam kepustakaan asing. Saking kerapnya, terkadang muncul kelinglungan yang memaksa untuk membuka kembali peta dunia dan memeriksa kalau-kalau ada daratan lain yang disebut dengan Aceh selain tanah yang kita huni hari ini!

Dikutip dari group Mapesa

Posting Komentar

0 Komentar