Kemilau dari Kota Sumatra (Sejarah untuk Generasi Baru) III

Jangan Pernah Melupakan Masa Depan!

"Jangan pernah melupakan sejarah! Sebab, sejarah merupakan salah satu penyuplai utama bagi sekian banyak pelajaran yang berguna dalam rangka meniti hidup. Sebab, sejarah merupakan samudera pengalaman. Di dalamnya, terpendam mutiara-mutiara kebijaksanaan yang dapat membimbing langkah-langkah ke haluan hidup yang hakiki. Sebab, sejarah adalah sumber inspirasi... Sebab, sejarah sangat bermanfat bagi mengenal jati diri... dst... dst..."
Ungkapan semisal itu acap terdengar, dan memaknakan betapa pentingnya sejarah bagi kehidupan. Malah bagi tidak sedikit orang, tinggal di suatu tempat--di mana saja di dunia ini--tanpa mengetahui peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lampau tempat tersebut, sama artinya seperti tinggal di dalam tempurung; bermukim dalam kegelapan atau kebutaan yang menyesakkan nafas. Pengetahuan tentang masa lampau suatu tempat secara pasti merupakan penerang dan pemberi penjelasan bagi berbagai kenyataan yang tampak dan sedang dihidupi di tempat tersebut. Tanpanya, berbagai kenyataan yang sedang dihadapi dan dilalui tidak akan pernah benar-benar dapat dipahami.
Pengetahuan tentang masa lampau atau sejarah, tak pelak lagi, merupakan elemen penting pembentuk pemahaman terhadap berbagai kenyataan yang hadir.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah merincikan riwayat penciptaan Adam 'Alaihis Salam sampai kehadirannya di muka bumi supaya manusia mendapatkan pemahaman yang konkret tentang dirinya. Pemahaman adalah tujuan utama akal, dan untuk itulah, kiranya, ia dianugerahkan, serta untuk itu pula "Al-Bayan" diturunkan (Al-Bayan: penjelasan, yakni Al-Qur'an, sebagaimana disifatkan dalam Surah Al 'Imran: 138).
Tetapi, itu semua adalah tentang kita dan sejarah, tentang hari ini dan kaitannya dengan masa silam, atau tegasnya, tentang kita yang mesti menyadari masa lalu serta kepentingannya.
Sekalipun kesadaran terhadap masa lalu dan sejarah sudah merupakan sebuah kebaikan yang besar, tapi kesadaran tersebut tidak akan pernah sempurna dan selamanya pincang jika tanpa disertai kesadaran akan kepentingannya di masa depan.
Dalam Al-Qur'an, perintah supaya setiap Mu'min melakukan "muhasabatun Nafs", atau peninjauan terhadap riwayat perbuatannya di masa lalu (introspeksi), telah diikat dengan kepentingannya di masa depan, yakni di Akhirat (Al-Hasyr: 18).
Allah Ta'ala juga berfirman dalam surah Al-An'am, ayat 130:
يَامَعْشَرَ الْجِنِّ وَالإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ ءَايَاتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى أَنْفُسِنَا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ
(Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah sudah datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu sendiri, mereka menyampaikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini? Mereka menjawab, “(Ya), kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.” Tetapi mereka tertipu oleh kehidupan dunia dan mereka telah menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang kafir.)
Tuntunan-tuntunan yang maha mulia ini--begitu pula dengan berbagai pendalaman keyakinan kepada hari akhirat yang disampaikan oleh syari'at--dengan sendirinya telah berbekas dalam pandangan Mu'min terhadap masa lalu dan sejarah. Masa lalu dan sejarah, dengan demikian, tidak dipandang penting bagi semua orang jika itu semata-mata masa lalu dan sejarah yang terlepas dari kepentingannya di masa depan, baik di dunia (untuk perbaikan) maupun di akhirat (untuk balasan).
Dari sini maka kesadaran terhadap masa lalu dengan berbagai peristiwanya baru paripurna apabila ia juga meliputi kesadaran akan kepentingannya di masa depan, yang dekat (al-'ajil; dunia) maupun yang jauh (al-ajil; akhirat).
Kesadaran paripurna yang demikianlah yang sesungguhnya dituntut dan diharapkan. Dituntut, karena, antara lain, Rasulullah Shalla-Llahu 'alaihi wa Sallam pernah bersabda:
من حسن إسلام المرء تركُه ما لا يعنيه
(Di antara wujud kebagusan Islam seseorang adalah ia meninggalkan urusan-urusan yang tidak bermanfaat baginya.) - Riwayat At-Tirmidziy dan lainnya.
Diharapkan, karena kesadaran yang demikianlah yang akan membuka jalan bagi lebih banyak kebaikan dari mengetahui masa lalu dan sejarahnya.
Pembicaraan mengenai kesadaran paripurna terhadap masa lalu dan sejarah ini, sebenarnya, telah dipancing oleh sebuah temuan yang baru saja ditemukan oleh tim gabungan Cisah dan Pelisa di Gampong Meunasah Dayah, Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara. Saya berharap pembicaraan ini dapat menjadi pengantar bagi penjelasan nilai dari temuan tersebut.
Di kompleks makam dari zaman Sumatra yang telah lama terabaikan itu ditemukan satu batu nisan dengan bentuk dan dekorasi bersahaja. Ada pula sebuah inskripsi pendek dalam petakan di atas bidang batu nisan. Semuanya memperlihatkan suatu kesederhanaan dalam pengerjaannya. Dari sisi seni, malah dapat dikatakan, tidak memiliki mutu yang tinggi. Hanya saja, inskripsi tersebut sangat jelas serta dapat terbaca dengan mudah. Inskripsi berbunyi:
حَاسِنْ بَادِرْ
Hanya dua kata! Namun dua kata inilah yang telah memancing pembicaraan mengenai kesadaran paripurna terhadap masa lalu dan sejarah sebagaimana telah dikemukakan. Itu dikarenakan dua kata ini telah ikut menampilkan, sekaligus membuktikan, bentuk kesadaran terhadap masa lalu dan sejarah yang dimiliki oleh mereka yang hidup di masa lampau negeri ini. Istimewa sekali ketika hal itu ditampilkan dengan cara yang sangat gamblang.


Tempat di mana dua kata ini terdapat adalah batu nisan kubur, yakni penanda dari sebuah kematian. Dengan ungkapan lain, dua kata ini ditemukan dalam konteks pembicaraan mengenai kematian. Kematian adalah sebuah kepastian tanpa pengecualian selain "Dzat Tuhanmu Yang Maha Memiliki keagungan dan kemuliaan" (Ar-Rahman: 27). Bagaimanapun bersemangatnya seseorang membicarakan tentang kehebatan dirinya, tetap saja ia tidak akan dapat berkutik di depan kematian.
Sebagaimana kehidupan, kefanaan adalah peristiwa pokok dalam sejarah umat manusia.
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
(Maha Suci Allah yang Menguasai segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang Menciptakan mati dan hidup, untuk Menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
) - Al-Mulk: 1-2.
Kesadaran terhadap peristiwa pokok dalam sejarah umat manusia inilah yang telah mengantarkan sang pembuat inskripsi--yang merupakan wakil dari masyarakatnya dalam pandangan kita hari ini--untuk berpikir tentang kepentingan peristiwa pokok ini bagi masa depan dalam kedua tahapannya; dekat ('ajil; dunia) dan jauh (ajil; akhirat).
Dalam Al-Qur'an surah Al-A'raf, ayat 176:
فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
(Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.)
Maka dari itu, ia mengatakan:
حَاسِنْ بَادِرْ
حَاسِنْ
حاسَنَهُ : عامله بالحسْنى
(Memperlakukannya dengan sangat baik)
Dengan demikian, kata "hasin" bermakna: bergaullah dengan baik, atau saling berbuat baiklah!
بَادِرْ
Kata ini segera mengingatkan hadits Rasulullah Shalla-Llahu 'alaihi wa Sallam:
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
(Bersegeralah mengerjakan amal-amal [yang shalih, sebelum tiba waktu] cobaan-cobaan yang tak ubahnya potongan-potongan malam gelap gulita, [manakala] seorang laki-laki di waktu paginya Mu'min dan di waktu petangnya menjadi kafir, atau di petangnya Mu'min dan di paginya menjadi kafir, ia menjual agamanya untuk mendapatkan harta benda duniawi.) - Riwayat Muslim.
حَاسِنْ بَادِرْ
Dengan demikian, bermakna: "Berbuat baiklah dan bersegeralah untuk itu!"
Bersegeralah sebelum datang kematian!
Jika kita sering mendengar ungkapan, jangan pernah melupakan sejarah, maka inksripsi singkat ini seperti menyiratkan ungkapan:
"Kami tidak pernah melupakan masa depan dengan apa yang kami ketahui dan sadari tentang masa lalu dan sejarah. Justru, masa lalu dan sejarah membuat kami berpikir tentang masa depan. Masa depan di dunia adalah untuk kebaikan generasi anak cucu kami di sepanjang masa; untuk menyadarkan mereka akan hakikat hidup yang segera mesti diisi dengan berbagai kebaikan. Masa depan di akhirat adalah untuk memperoleh balasan yang baik dan syurga di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala kelak di Hari Pembalasan."
Inskripsi singkat yang terdapat pada batu nisan tersebut, dengan demikian, telah menampilkan kesadaran paripurna terhadap masa lalu dan sejarah, yang dimiliki oleh para pendahulu negeri ini. Mereka tidak pernah melupakan masa depan!
والحمد لله وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Terima kasih dan salam hormat yang setinggi-tingginya kepada CISAH dan PELISA.
Kuta Malaka, 18 Rajab 1439
Foto: Dokumen CISAH.
Oleh Musafir Zaman
Dikutip dari group Mapesa

Posting Komentar

0 Komentar