Bait Syair Al-Busti di Batu Nisan Aceh


Inskripsi bait-bait syair Al-Busti pada nisan Maulana Qadhi Ibrahim Syarif bi 'Inayatillah, Kuta Krueng, Aceh Utara.
Foto: Khairul Syuhada




BERKALI saya mengatakan pada diri sendiri bagaimanakah akan jadinya saya apabila tidak menemukan mereka. Barangkali akan demikian sunyi dan terasa asing! Namun Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih telah mempertemukan saya dengan mereka hal mana membuat saya kemudian teramat sulit untuk melepaskan dan meninggalkan negeri ini.

Nisan Maulana Qadhi Ibrahim Syarif bi 'Inayatillah,
Kuta Krueng, Samudera, Aceh Utara.
Foto: Khairul Syuhada.



Waktu demi waktu, cinta semakin tumbuh kembang. Saya melihat diri saya memiliki akar yang kuat untuk terikat, terhubung dan tumbuh di negeri ini, begitu pula harapan saya untuk generasi berikutnya; mereka dapat terikat, terhubung dan tumbuh di atas akar yang seharusnya.

Jika ditanyakan kembali kepada saya, siapa mereka? Maka jawaban benar yang mesti saya berikan ialah: mereka adalah orang-orang yang telah meleburkan diri dalam Islam dan mengukur habis ruas kedalaman kebudayaannya.

Jika ditanyakan, dari mana saya bisa tahu itu? Maka inilah salah satu bukti yang saya ajukan: bait syair Abul Fath Al-Busti yang terpahat di batu nisan mereka.

Siapa Abul Fathi Al-Busti? Ia adalah penyair yang dilahirkan di Bust, dekat Sijistan, pada tahun 330 H, dan wafat di Bukhara pada 400 atau 401 H. Dalam Al-Ansab, As-Sam'aniy mencatat, Al-Busti adalah satu-satunya yang terkemuka di zamannya dalam keutamaan, ilmu pengetahuan, puisi (syair) dan penulisan.

Nisan Malik Ibrahim, Ilie, Ulee Kareng, Banda Aceh.
Foto: Khairul Syuhada
Bait-bait syair Al-Busti yang terpahat di nisan Aceh, yang antara lain terpahat pada batu nisan Maulana Qadhi Ibrahim Syarif bi 'Inayatillah (Wafat 914 H) di kawasan peninggalan sejarah Samudra Pasai, dan pada batu nisan Malik Ibrahim (Wafat 930 H) di kawasan peninggalan sejarah Aceh Darussalam, telah dinukilkan oleh Az-Zauzaniy (wafat 431 H) dalam karya tekenalnya "Hamasah Azh-Zhurafa'".

Bait-bait syair Al-Busti yang dipahat dengan khath indah pada kedua batu nisan tersebut baik pula untuk menjadi bahan renungan, dan kiranya itu pula yang diinginkan oleh pendahulu kita, mereka ingin mengingatkan dan berpesan sebab tak diragukan mereka mencintai kita sebagaimana kita mencintai generasi masa depan negeri ini. Negeri di mana Islam telah bersemi dalam warna termegahnya di belahan ini.




Bait syair Al-Busti pada nisan Malik Ibrahim,Ilie,
Ulee Kareng, Banda Aceh.
Foto: Khairul Syuhada
Inilah bait-bait tersebut:

يا من أعاد رميم الملك منشورا
وضم بالعدل أمرا كان منشورا
لا زال قاليك للزوار منشورا
وصدر قاليك بالمنشار منشورا

Terjemahan:

Wahai Yang Mengembalikan tulang-belulang raja jadi hidup lagi
Dan Yang Menggabungkan dengan adil perkara yang telah bertebaran
Manusia yang meninggalkan-Mu masih saja pergi menyembah selain-Mu
Sedangkan dadanya [seperti] dicincang gergaji terbelah-belah

Allahumma shali 'ala Sayyidina Muhammad wa Sallim Tasliman katsiran, wal Hamdulillah Rabbil 'Alamin.


Oleh: Musafir Zaman
(Dikutip dari akun facebook Musafir Zaman di Group Mapesa)

Posting Komentar

2 Komentar

Safar mengatakan…

Apakah masih ada mulut mulut lancang yang berani memelintir sejarah agung ini dan mengatakan kalau Agama islam tidak pantas untuk dijadikan patokan dalam mengelola ruang publik?
Safar mengatakan…

Apakah masih ada mulut mulut lancang yang berani memelintir sejarah agung ini dan mengatakan kalau Agama islam tidak pantas untuk dijadikan patokan dalam mengelola ruang publik?