Dirham bertuliskan 'Abdullah Al-Malik Azh-Zhahir Foto: Musafir Zaman |
APAKAH kebudayaan global
adalah sesuatu yang baru, muncul bersama kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi dewasa ini? Tentunya, tidak.
Di zaman manusia saling
dipertemukan lewat sarana-sarana transportasi dan komunikasi yang kuno
sekalipun, manusia mampu membentuk kebudayaan global. Motiflah yang
sesungguhnya amat menentukan, bukan sarana. Sungguh pun memiliki sarana yang
super hebat, jika kemauan dan keberanian untuk melakukan kontak dengan dunia
luar nihil, maka tetap saja akan menjadi manusia terkucilkan di ujung dunia.
Islam sebagai rahmat bagi
sekalian alam telah memberikan motif paling besar, hebat dan luhur bagi umatnya
untuk bergerak, berlayar, berkelana menyebarkan kasih sayang Islam,
memerdekakan manusia dari berbagai keyakinan yang menghancurkan manusia itu
sendiri, serta mengangkat dan menyelamatkannya untuk menjadi manusia yang
bersaudara di hadapan Penciptanya.
Salah satu halangan buku Ar-Runuk Al-Islamiyah Foto: Musafir Zaman |
Islam adalah alasan dari
terbentuknya sebuah kebudayaan global yang bernilai luhur di mana salah satu
prinsip yang dimilikinya adalah bahwa barangsiapa yang menghidupkan satu jiwa
maka seolah-olah ia telah menghidupkan umat manusia seluruhnya. Islam, tanpa
membeda-bedakan antara kulit putih, hitam, merah, telah menuntun umatnya untuk
berbagi kebaikan dan kasih sayang.
Dari itu, bukanlah suatu
hal yang bijak jika sejarah negeri-negeri Islam di belahan timur dunia ini,
secara sengaja maupun tidak, dikucilkan dari Islam dan sejarah umatnya yang
besar. Negeri-negeri Islam ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari benua
Islam yang besar di mana bangsa-bangsanya saling berkomunikasi dan bertukar
kebaikan.
Berikut ini adalah salah
satu bukti dari sekian banyaknya bukti yang menunjukkan bahwa masyarakat Islam
di zaman lampau secara bersama-sama telah membentuk suatu kebudayaan global.
Sampul Buku bertajuk Ar-Runuk Al-Islamiyah Foto: Musafir Zaman |
Tulisan yang terdapat di
permukaan koin emas dari Samudra Pasai ini merupakan lambang tulisan dari
seorang Sultan Samudra Pasai. Inskripsi pada koin tersebut berbunyi: 'Abdullah
Malik Azh-Zhahir. Lambang ini memiliki kemiripan dengan lambang-lambang tulisan
yang terdapat pada koin-koin yang dibuat di zaman Dinasti Mameluk (Al-Mamalik)
di Mesir (lihat, gambar 2)--lambang-lambang ini dalam istilah Arab disebut
dengan "Runuk" (Gambar 3 adalah sampul buku bertajuk Ar-Runuk
Al-Islamiyyah yang mengupas tentang berbagai pola perlambangan dalam sejarah
Islam. Disarankan untuk dibaca bagi yang meminati sejarah Islam.)
Ini tentu tidak terjadi
secara kebetulan. Mereka tentunya sudah saling berkomunikasi, saling memberi
dan bertukar kebaikan, dan pada gilirannya memunculkan sesuatu yang dinamai
hari ini dengan kebudayaan global.
Maka tidak bijak jika
kisah yang dituturkan mengenai sejarah negeri-negeri Islam ini melulu persoalan
sengketa berdarah dalam memperebutkan wanita atau persoalan rendah semisalnya.
Islam tinggi, bagaimana sejarah kejayaan (dan bukan sejarah kemunduran) yang
dituturkan mengenai masyarakatnya jadi senaif itu?!
Oleh: Musafir Zaman.
Oleh: Musafir Zaman.
(Dikutip dari akun facebook Musafir Zaman di Group Mapesa)