Situs peninggalan Aceh Darussalam di Gampong Pande Banda Aceh. |
Atau, jika ingin ditambahkan satu lagi, ialah desertasi
doktoral yang diajukan Arkeolog Islam, Husaini Ibrahim. Desertasi ini kemudian
telah terbit dalam bentuk buku, dan di dalam buku bertajuk "Awal Masuknya
Islam ke Aceh" tersebut, penulis telah menjadikan Gampong Pande sebagai
objek riset lapangan utama untuk membuktikan tesis yang dilontarkannya mengenai
di mana Islam pertama sekali bertapak di Nusantara (Asia Tenggara).
Sementara hasil penelitian lainnya, jika itu memang dalam
jumlah yang banyak sebagaimana tersebut dalam kabar itu, maka di sini yang cuma
dapat saya katakan hanyalah bahwa hasil-hasil penelitian itu ternyata tidak
sampai kepada saya sekalipun selama ini, saya, malah, kami berusaha untuk
selalu mencari-carinya. Saya tidak pernah menjumpai satu buku atau bahkan
selembar edaran pun yang diterbitkan oleh pihak berwenang dan bertanggung jawab
yang memuat secara khusus tentang kepentingan Gampong Pande dan sekitarnya bagi
sejarah Aceh Darussalam dan kepurbakalaan. Artinya, jika memang ada terbitan
seperti yang dimaksud, maka itu tidak pernah menjangkau lapisan masyarakat
bawah seperti saya. Atau, apakah memang lebih baik masyarakat seperti saya
tidak tahu apa-apa tentang semua hasil penelitian itu, dan biarlah kami cukup
menjadi kelompok awam sepanjang masa? Saya hanya bertanya-tanya dalam batin!
Dari sini, yakni dari kenyataan yang saya alami, saya ingin
menjadikan itu sebagai suatu ukuran untuk mengetahui sejauh mana masyarakat
luas memahami serta menyadari bahwa Gampong Pande dan sekitarnya merupakan
salah satu kawasan warisan sejarah yang penting.
Saya kira, dalam hal ini, perihal masyarakat luas tidak jauh
berbeda dari perihal saya. Yang kami tahu di Gampong Pande dan sekitarnya itu
ada sejumlah kompleks perkuburan tua yang sudah tidak diketahui lagi siapa
pemiliknya kecuali beberapa tokoh saja yang kami dengar dari mulut ke mulut,
antara lain Tuan di Kandang (katanya, orang pertama sekali datang mengislamkan
Aceh), Raja-raja Aceh (entah siapa-siapa saja mereka), Putro Ijoe (entah kenapa
ijoe bukan mirah?!). Kami juga tahu ada penemuan emas di sana--yang satu ini
sangat menarik perhatian, bukan dikarenakan itu merupakan suatu bukti sejarah,
tapi karena bisa dijual dan menghasilkan uang yang lumayan besar!
Kami sama sekali tidak mengetahui bahwa kawasan itu adalah
kawasan warisan sejarah yang dengan demikian adalah kawasan cagar budaya yang
dilindungi oleh Undang-undang yang ada. Lebih dari itu, dan terlepas dari soal
dilindungi Undang-undang, kami juga tidak menyadari bahwa kawasan itu adalah
kawasan pusaka yang merekam jejak para leluhur, yakni mereka yang telah
mengangkat bangsa dan negeri ini ke atas pentas sejarah dunia dan juga telah
memberikan sebuah identitas yang takkan lekang dari eksistensi kami hari ini.
Singkat kata, pengetahuan dan kesadaran kami tentang kawasan
itu sangat minim sekalipun sudah banyak penelitian yang dilakukan di sana
seperti disampaikan dalam kabar itu! Dan katakanlah semisal itu pula perihal
kami untuk berbagai kawasan situs sejarah yang terdapat di Aceh.
Keterbatasan pengetahuan dan kesadaran itulah yang kemudian
membuat kami di banyak waktu tidak bijak dalam memperlakukan apa yang
sesungguhnya sangat berharga. Sementara mereka (yang entah siapa) yang telah
banyak melakukan penelitian di sana telah membekukan hasil-hasil penelitian itu
dalam lemari-lemari kesarjanaan mereka. Maka dari itu, album gambar yang
disiarkan ini, sebagaimana bagian sebelumnya, ditujukan agar kita yang
sama-sama awam dapat memperoleh suatu gambaran umum tentang keadaan di kawasan
situs sejarah, atau tepatnya, di kawasan kota tua Islam yang hari ini sebagian daerahnya
telah digenangi pasang laut di Gampong Pande dan sekitarnya.
Menyangkut kawasan situs sejarah, maka layak pula diungkapkan
bahwa di samping minimnya perhatian yang diperoleh peninggalan sejarah Islam
baik itu dari pemerintah maupun masyarakat umum, perhatian yang ada itu juga
masih lebih terfokus pada benda dan lokasi peninggalan sejarah, dan tidak
kepada kawasan peninggalan sejarah, yakni kepada permukiman atau kota warisan
sejarah Islam. Sebut saja, misalnya, tentang peninggalan sejarah Sumatra (Samudra
Pasai). Secara umum, perhatian lebih terpusat pada makam Sultan Al-Malik
Ash-Shalih, atau jika ada lainnya, hanyalah satu-dua makam atau kompleks makam
lain, dan tidak kepada kawasan kota kuno Sumatra (Samudra Pasai) secara
keseluruhan. Padahal, untuk mengetahui bagaimana Islam telah membentuk
kehidupan di masa silam, studi permukiman dan perkotaan Islam adalah suatu
bidang kajian yang sama sekali tidak dapat diabaikan. Dari sini, maka bukan
saja perhatian dan penyelamatan benda-benda dan lokasi-lokasi situs peninggalan
sejarah, yang diperlukan, tapi juga perhatian dan penyelamatan terhadap kawasan
peninggalan sejarah.
Lantas, apa yang dimaui dari semua itu?
Saya kira, ada beberapa kepentingan besar dan menduduki
tingkat dharurah dalam hal ini. Saya sebut dua di antaranya. Pertama, adalah
untuk meluruskan dan melengkapkan kisah Islam di tanah negeri ini sehingga itu
menjadi sebuah sambungan yang tidak timpang dan terpisahkan dari sejarah umat
ini sejak permulaan kisahnya di Makkah. Sedangkan yang kedua, adalah untuk
menyajikan kisah itu secara utuh sebagai muatan wajib ajar [dan bukan
sampingan] dalam pendidikan di Aceh [bahkan di negeri-negeri Islam di Asia
Teggara] dalam rangka membentuk generasi masa depan yang terhubung dengan
generasi pendahulu mereka dalam pemikiran, pandangan, semangat, tekad dan
cita-cita. Sebab faedah terpenting yang diberikan oleh sejarah adalah 'ibrah
(pelajaran dari pengalaman di masa lampau). Dan, saya benar-benar yakin bahwa
sebuah perubahan ke keadaan yang lebih baik akan hadir secara nyata bila
berpangkal dari permulaan ini.
Akan tetapi jika Anda berpikir secara praktis tentang
keuntungan materi apa yang dapat diperoleh dari ini semua, yakni dari sejarah
dan kawasan-kawasan situs sejarah, maka saya tidak akan pernah ragu untuk
menjawab bahwa semua itu merupakan sumber daya ekonomi yang penting. Semua itu
dapat dijadikan aset perekonomian lewat pendayagunaannya sebagai
kawasan-kawasan pariwisata sejarah. Dengan pengelolaan yang cerdas, arif,
kreatif, terampil dan amanah, itu semua akan menjadi salah satu sumber rezeki
bagi banyak orang, salah satu upaya untuk penurunan angka pengangguran dan
bla-bla-bla (seterusnya seperti yang sudah biasa kita dengar dari mulut para
penguasa, birokrat dan konco-konconya)...dan biarlah keuntungannya dikalkulasi
oleh para ekonom.
0 Komentar