Keadaan di Gampong Pande dan Sekitarnya (Bagian Kedua)

Situs peninggalan Aceh Darussalam di Gampong Pande Banda Aceh.
Kabarnya, banyak penelitian yang sudah dilakukan di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh. Penelitian sejarah dan kepurbakalaan (arkeologi), maksudnya, atau begitulah yang saya pahami dari kabar yang mengatakan telah banyak penelitian yang dilakukan di sana. Namun, sampai saat ini, di tangan saya, hanya ada tulisan-tulisan dan draf tulisan dari Arkeolog independen, Dedy Satria, mengenai peninggalan kepurbakalaan di Gampong Pande.
Atau, jika ingin ditambahkan satu lagi, ialah desertasi doktoral yang diajukan Arkeolog Islam, Husaini Ibrahim. Desertasi ini kemudian telah terbit dalam bentuk buku, dan di dalam buku bertajuk "Awal Masuknya Islam ke Aceh" tersebut, penulis telah menjadikan Gampong Pande sebagai objek riset lapangan utama untuk membuktikan tesis yang dilontarkannya mengenai di mana Islam pertama sekali bertapak di Nusantara (Asia Tenggara).
Sementara hasil penelitian lainnya, jika itu memang dalam jumlah yang banyak sebagaimana tersebut dalam kabar itu, maka di sini yang cuma dapat saya katakan hanyalah bahwa hasil-hasil penelitian itu ternyata tidak sampai kepada saya sekalipun selama ini, saya, malah, kami berusaha untuk selalu mencari-carinya. Saya tidak pernah menjumpai satu buku atau bahkan selembar edaran pun yang diterbitkan oleh pihak berwenang dan bertanggung jawab yang memuat secara khusus tentang kepentingan Gampong Pande dan sekitarnya bagi sejarah Aceh Darussalam dan kepurbakalaan. Artinya, jika memang ada terbitan seperti yang dimaksud, maka itu tidak pernah menjangkau lapisan masyarakat bawah seperti saya. Atau, apakah memang lebih baik masyarakat seperti saya tidak tahu apa-apa tentang semua hasil penelitian itu, dan biarlah kami cukup menjadi kelompok awam sepanjang masa? Saya hanya bertanya-tanya dalam batin!
Dari sini, yakni dari kenyataan yang saya alami, saya ingin menjadikan itu sebagai suatu ukuran untuk mengetahui sejauh mana masyarakat luas memahami serta menyadari bahwa Gampong Pande dan sekitarnya merupakan salah satu kawasan warisan sejarah yang penting.
Saya kira, dalam hal ini, perihal masyarakat luas tidak jauh berbeda dari perihal saya. Yang kami tahu di Gampong Pande dan sekitarnya itu ada sejumlah kompleks perkuburan tua yang sudah tidak diketahui lagi siapa pemiliknya kecuali beberapa tokoh saja yang kami dengar dari mulut ke mulut, antara lain Tuan di Kandang (katanya, orang pertama sekali datang mengislamkan Aceh), Raja-raja Aceh (entah siapa-siapa saja mereka), Putro Ijoe (entah kenapa ijoe bukan mirah?!). Kami juga tahu ada penemuan emas di sana--yang satu ini sangat menarik perhatian, bukan dikarenakan itu merupakan suatu bukti sejarah, tapi karena bisa dijual dan menghasilkan uang yang lumayan besar!
Kami sama sekali tidak mengetahui bahwa kawasan itu adalah kawasan warisan sejarah yang dengan demikian adalah kawasan cagar budaya yang dilindungi oleh Undang-undang yang ada. Lebih dari itu, dan terlepas dari soal dilindungi Undang-undang, kami juga tidak menyadari bahwa kawasan itu adalah kawasan pusaka yang merekam jejak para leluhur, yakni mereka yang telah mengangkat bangsa dan negeri ini ke atas pentas sejarah dunia dan juga telah memberikan sebuah identitas yang takkan lekang dari eksistensi kami hari ini.
Singkat kata, pengetahuan dan kesadaran kami tentang kawasan itu sangat minim sekalipun sudah banyak penelitian yang dilakukan di sana seperti disampaikan dalam kabar itu! Dan katakanlah semisal itu pula perihal kami untuk berbagai kawasan situs sejarah yang terdapat di Aceh.
Keterbatasan pengetahuan dan kesadaran itulah yang kemudian membuat kami di banyak waktu tidak bijak dalam memperlakukan apa yang sesungguhnya sangat berharga. Sementara mereka (yang entah siapa) yang telah banyak melakukan penelitian di sana telah membekukan hasil-hasil penelitian itu dalam lemari-lemari kesarjanaan mereka. Maka dari itu, album gambar yang disiarkan ini, sebagaimana bagian sebelumnya, ditujukan agar kita yang sama-sama awam dapat memperoleh suatu gambaran umum tentang keadaan di kawasan situs sejarah, atau tepatnya, di kawasan kota tua Islam yang hari ini sebagian daerahnya telah digenangi pasang laut di Gampong Pande dan sekitarnya.
Menyangkut kawasan situs sejarah, maka layak pula diungkapkan bahwa di samping minimnya perhatian yang diperoleh peninggalan sejarah Islam baik itu dari pemerintah maupun masyarakat umum, perhatian yang ada itu juga masih lebih terfokus pada benda dan lokasi peninggalan sejarah, dan tidak kepada kawasan peninggalan sejarah, yakni kepada permukiman atau kota warisan sejarah Islam. Sebut saja, misalnya, tentang peninggalan sejarah Sumatra (Samudra Pasai). Secara umum, perhatian lebih terpusat pada makam Sultan Al-Malik Ash-Shalih, atau jika ada lainnya, hanyalah satu-dua makam atau kompleks makam lain, dan tidak kepada kawasan kota kuno Sumatra (Samudra Pasai) secara keseluruhan. Padahal, untuk mengetahui bagaimana Islam telah membentuk kehidupan di masa silam, studi permukiman dan perkotaan Islam adalah suatu bidang kajian yang sama sekali tidak dapat diabaikan. Dari sini, maka bukan saja perhatian dan penyelamatan benda-benda dan lokasi-lokasi situs peninggalan sejarah, yang diperlukan, tapi juga perhatian dan penyelamatan terhadap kawasan peninggalan sejarah.
Lantas, apa yang dimaui dari semua itu?
Saya kira, ada beberapa kepentingan besar dan menduduki tingkat dharurah dalam hal ini. Saya sebut dua di antaranya. Pertama, adalah untuk meluruskan dan melengkapkan kisah Islam di tanah negeri ini sehingga itu menjadi sebuah sambungan yang tidak timpang dan terpisahkan dari sejarah umat ini sejak permulaan kisahnya di Makkah. Sedangkan yang kedua, adalah untuk menyajikan kisah itu secara utuh sebagai muatan wajib ajar [dan bukan sampingan] dalam pendidikan di Aceh [bahkan di negeri-negeri Islam di Asia Teggara] dalam rangka membentuk generasi masa depan yang terhubung dengan generasi pendahulu mereka dalam pemikiran, pandangan, semangat, tekad dan cita-cita. Sebab faedah terpenting yang diberikan oleh sejarah adalah 'ibrah (pelajaran dari pengalaman di masa lampau). Dan, saya benar-benar yakin bahwa sebuah perubahan ke keadaan yang lebih baik akan hadir secara nyata bila berpangkal dari permulaan ini.
Akan tetapi jika Anda berpikir secara praktis tentang keuntungan materi apa yang dapat diperoleh dari ini semua, yakni dari sejarah dan kawasan-kawasan situs sejarah, maka saya tidak akan pernah ragu untuk menjawab bahwa semua itu merupakan sumber daya ekonomi yang penting. Semua itu dapat dijadikan aset perekonomian lewat pendayagunaannya sebagai kawasan-kawasan pariwisata sejarah. Dengan pengelolaan yang cerdas, arif, kreatif, terampil dan amanah, itu semua akan menjadi salah satu sumber rezeki bagi banyak orang, salah satu upaya untuk penurunan angka pengangguran dan bla-bla-bla (seterusnya seperti yang sudah biasa kita dengar dari mulut para penguasa, birokrat dan konco-konconya)...dan biarlah keuntungannya dikalkulasi oleh para ekonom.
Bitai, 17 Jumadil Akhir 1438
Oleh: Musafir Zaman
Dikutip dari group facebook Mapesa.



































Posting Komentar

0 Komentar