Kawasan Peninggalan Sejarah di Muara Krueng Aceh

Arusan

Bagi orang yang tidak mengenal topografi kawasan tepi laut dekat muara Krueng Aceh, aliran air ini akan dianggap sebagai sebuah aliran air biasa saja dan tidak punya nilai penting dari sisi sejarah. Namun pada hakikatnya, aliran air ini punya posisi penting dalam tata ruang mukim Mesjid Raya, tepi kiri Krueng Aceh, pada zaman Kesultanan Aceh Darussalam.
Sebuah peta yang diproduksi oleh Biro Topografi Belanda memunculkan aliran air ini dengan nama Aroesan atau Arusan. Maknanya, aliran air ini merupakan sebuah kanal atau terusan yang menghubungkan Kuta Meugat (sebuah kampung pesisir yang memiliki benteng di sebelah barat Krueng Aceh) dengan aliran Krueng Aceh di mana Gampong Jawa terletak. Tidak itu saja, Arusan juga telah menghubungkan Ulee Lheuh (tanjung yang lepas dari daratan utama) dengan Kuta Meugat di mana Krueng Dho (dari Punge), dulunya bermuara.
Sekarang, Arusan menjadi penyambung Krueng Dho menuju Krueng Aceh, dan di sekitar aliran Krueng Dho dekat Arusan itulah pernah ditemukan mata uang emas dalam jumlah yang signifikan, termasuk mata uang emas dengan nama Sultan Sulaiman bin Salim, Sultan Agung dari Dinasti Utsmaniyyah, tercetak di atasnya.
Menurut peta tersebut, tidak jauh dari mulut Arusan ke arah hulu Krueng Aceh, setelah melewati sebuah mainder, sebuah perahu atau ferri dapat berhenti di sebuah tempat di mana Syahbandar berkediaman. Hal ini diketahui oleh karena seorang syahbandar atau kepala pelabuhan yang terkenal dengan panggilan Syahbandar Mu'tabar Khan, seorang tokoh sejarah Aceh Darussalam dari sekitar abad ke-12 Hijriah, telah ditemukan kuburnya tidak jauh dari tempat perhentian tersebut.
Di tepi Arusan yang berorientasi timur-barat, mulai Kuta Meugat sampai dengan Krueng Aceh telah ditemukan beberapa kompleks makam yang menandakan bahwa areal ini pada masa dahulunya merupakan permukiman yang memegang suatu peran dalam aktifitas maritim Aceh Darusslam.
Maka sangat disayangkan, apabila Arusan dan Krueng Aceh hari ini harus menanggung beban sampah, limbah dan lumpur tinja generasi Aceh hari ini. Sesuatu yang tidak akan pernah disangka sebelumnya. Namun kebutaan terhadap sejarah dan awam akan nilai-nilai yang dikandung oleh berbagai tempat bersejarah telah mengakibatkan para pengambil kebijakan di Aceh bertindak secara ahistori yang fatal, dan dengan demikian secara praktis telah menghilangkan banyak keistimewaan yang dimiliki oleh negeri tumpah darah ini. Semoga menjadi kesalahan yang tidak akan terulang pada generasi mendatang. Mari membuka mata dan menemukan visi ke haluan yang terlebih baik sebab uang bukanlah segalanya!
Foto-foto dari lokasi Arusan ke Krueng Aceh, by Irfan M Nur











Posting Komentar

0 Komentar