Sultan 'Alauddin Ibrahim Manshur Syah

Sebuah Kemesraan

Saat kenangan tentang Almarhum melintasi benak, saya harus berhenti dari pekerjaan walaupun sejenak. Saat ini, saya tidak dapat melanjutkan pekerjaan apabila saya tidak berbagi dengan Tuan-tuan apa yang sedang melekat dalam pikiran saya. Yakni tentang sebuah kemesraan yang kembali dirasakan dari ungkapan terpahat pada batu nisan Almarhum:
حبب فتى السنية لك عسبان التي يفرع تاريخها من تلك الهجرة العالية الشريفة المحمدية
“Pemuda yang terlahir dari rahim wanita terhormat yang engkau sunting sangat menyukai pelepah-pelepah kurma yang sejarahnya bercabang dari hijrah Muhammad yang mulia dan tinggi itu.”
Kemesraan dari sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa seorang anak, sehebat apapun dia kemudian, sebesar apapun dia jadinya, setinggi apapun tempat yang didudukinya, seberat apapun tanggung jawab yang dipikulnya, setua apapun dia, ia tetap saja pemuda ibundanya.
Ungkapan yang terpahat pada batu nisan Almarhum, tampaknya, telah terinspirasi oleh sikap dan kekaguman Almarhum terhadap Ibundanya, serta kedekatan Almarhum dengan Ibundanya. Ungkapan itu sendiri ditujukan kepada ayahanda Almarhum, Sultan 'Ala'uddin Jauharul 'Alam Syah bin Sultan Muhammad Syah, sebagai sebuah pujian karena telah memilih Ibunda. Sedangkan Sang Ibunda dilukiskan dengan kata "As-Saniyyah"; dari kata "Saniya" dalam Bahasa Arab yang berarti tinggi, terhormat, bercahaya. "As-Saniyyah" adalah wanita yang memiliki ketinggian dan terhormat.
Apakah itu hanya karena Sang Ibunda permaisuri seorang Sultan? Ternyata, bukan hanya karena itu. Sultan Jauharul 'Alam Syah di masa hidupnya telah menentukan dan mengangkat Tuanku Ibrahim - nama Almarhum sebelum bergelar Sultan Manshur Syah - sebagai putra mahkota dan sultan penggantinya sekalipun Tuanku Ibrahim bukan putra tertua. Penentuan dan pengangkatan tersebut didasari pertimbangan mendalam; bukan saja karena budi pekerti Tuanku Ibrahim, tapi juga karena ia adalah putra Sultan dari permaisuri gahara, yakni wanita keturunan tulen raja-raja. Karena inilah, sesungguhnya, Sang Ibunda disebut dengan "As-Saniyyah", wanita terhormat, karena berasal dari keturunan murni raja-raja.
Dengan tidak naiknya Almarhum ke tahta Kesultanan Aceh sepeninggal Ayahandanya, dan dengan kesetiaan serta kerja kerasnya membantu saudara tertuanya yang menjadi sultan menggantikan Ayahandanya, ia telah membuktikan bahwa ia benar-benar pemuda Ibundanya; cukuplah Ibundanya sebagai suatu kehormatan bagi dirinya, cukuplah wanita terhormat keturunan murni raja-raja itu sebagai sumber kebanggaannya, dan pada akhirnya, cukuplah ia sebagai pemuda Ibundanya yang sangat menyukai pelepah-pelepah kurma yang sejarahnya bercabang dari hijrah Muhammad yang mulia lagi tinggi itu. Sebuah penyanjungan kepada Ibunda. Sebuah kemesraan yang berpencar ke berbagai penjuru dari seorang pemimpin besar.
Sekarang, saya akan kembali ke pekerjaan saya. Terima kasih telah meringankan beban perasaan saya, dan mudah-mudahan juga dapat membantu memulihkan kesehatan Ketua Mapesa, Adinda Mizuar Mahdi Al-Asyi, yang sedang kurang fit.


Oleh Musafir Zaman
Dikutip dari group Mapesa

Posting Komentar

0 Komentar