Ia seorang sultan yang digelar dengan Ma’ruf Syah, wafat pada malam Ahad, 22 Jumadal Akhir 917 H, atau 16 September 1511 M, sebulan setelah Portugis menyerang Malaka pada 10 Agustus 1511, dan Malaka jatuh pada 24 Agustus 1511, sebuah kerugian besar yang diderita bangsa-bangsa Islam di Timur pada permulaan abad ke-16.
Kepulangan pahlawan Islam ini ke rahmatullah merupakan sebuah luka mendalam bagi kaum Muslimin. Jasadnya dimakamkan di puncak bukit buatan di Gampong Dayah Tanoh Keulibeut, Pidie, agar kepahlawanan dan semangatnya senantiasa dikenang oleh bangsanya. Di atas nisan makamnya terukir sebuah doa: "Ya Allah, ampuni dan sayangilah pemilik kubur ini."
Batu nisan ini secara keseluruhan sama dengan nisan-nisan dari periode zaman Sumatra-Pasai. Nisan sisi selatan memuat epitaph, keseluruhan inskripsi yang artinya:
Ya Allah, ampuni dan sayangilah pemilik kubur ini. Ketahuilah, hanya sanya dunia ini fana, tiada bagi dunia suatu kekekalan. Dunia hanya ibarat sarang yang dirajut laba-laba, dan sungguhlah cukup bagimu daripadanya. Wahai orang yang mencarinya, sekadar apa yang dapat mengenyangkanmu. Betapa umur itu amat singkat, dan semua yang di dalamnya akan mati. Kematian bagai sebuah gerbang, semua manusia niscaya memasukinya. Oh, andaikan kutahu negeri apa di balik gerbang! Negeri itu syurga adnin jika kaubuat apa yang diridhai Tuhan, jika tidak maka pasti neraka. Telah diwafatkan seorang yang mulia, berketurunan terhormat, bernasab tinggi, jiwa yang pemurah, martabat yang dimenangkan dari musuh-musuhnya, yang digelar Sultan Ma’ruf Syah. Pada malam Ahad 22 (dua puluh dua) dari bulan Jumadal Akhir tahun 917 (sembilan ratus tujuh belas).
Uraian tentang seorang tokoh yang dicirikan dengan seorang yang mulia, berketurunan terhormat, bernasab tinggi, jiwa yang pemurah, martabat yang dimenangkan dari musuh-musuhnya. Tentu, sudah sepantasnya tokoh ini menjadi teladan dan inspirasi bagi kaum Muslimin, khususnya masyarakat Pidie, agar senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai kebaikan dan keberanian dalam membela agama Allah.
Banyak pihak berpendapat bahwa hari jadi Pidie ditetapkan pada tanggal yang sama dengan wafatnya Sultan Ma'ruf Syah, yaitu 22 Jumadil Akhir 917 H. Namun, berdasarkan penelusuran pada siaran Diskominfo dan Persandian Pidie Pemerintah Kabupaten Pidie tanggal 31 Juli 2024, yang berjudul "Hari Jadi Pidie Jatuh 18 September 1511 M", ditemukan adanya perbedaan konversi tanggal Masehi, meskipun tanggal Hijriah tetap menjadi rujukan Utama.
Siaran tersebut menjelaskan tiga pertimbangan utama dalam menetapkan hari jadi Pidie: (1) Sajian sejarah Hari Jadi Pidie disepakati mulai pada saat Kerajaan Pedir telah menjadi sebuah Kerajaan Islam yang berdaulat. (2) Penelusuran sejarah penetapan Hari Jadi Pidie disepakati berdasarkan data primer yang menunjukkan ciri-ciri valid dan tak terbantahkan serta tidak debatable. (3) Pusat kedudukan Raja adalah Cosmos Centrum artinya pusat kedudukan Raja menjadi patokan atau awal semua kegiatan lain dan ini menunjukkan kedaulatan suatu kerajaan.
Dari ketiga poin tersebut, tidak disebutkan secara eksplisit bahwa hari jadi Pidie ditetapkan atas dasar hari wafatnya Sultan Ma'ruf Syah.
Berdasarkan penelusuran lebih lanjut pada situs resmi Pemerintah Kabupaten Pidie, tidak ada informasi yang mengonfirmasi bahwa penetapan hari jadi tersebut terkait dengan tanggal wafat Sultan Ma'ruf Syah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penetapan hari jadi Pidie yang bertepatan dengan tanggal wafatnya Sultan Ma'ruf Syah pada 22 Jumadil Akhir 917 H merupakan sebuah kebetulan.
Meskipun demikian, peran Sultan Ma'ruf Syah tetap diakui. Hal ini terlihat dari masuknya acara "Ziarah Makam Sultan Ma'ruf Syah" dalam rangkaian peringatan Ulang Tahun Pidie Ke-514 Tahun 2025. Harapannya, di masa mendatang, kisah kepahlawanan Sultan Ma'ruf Syah dapat menjadi tema utama dalam perayaan hari jadi tersebut.
Terlepas dari semua itu, kita tetap menghormati penetapan hari jadi Pidie dan mengucapkan, "Selamat Hari Jadi Pidie."
Kredit Video: Aris Hasyem , Irfan M Nur
Pembacaan Inskripsi: Tgk. H. Taqiyuddin Muhammad
Vokal Arab: Tgk. Aridho
Musik: Mapesa Aceh
0 Komentar